Feature
Terapi Menulis Ala Sirikit Syah

Terapi Menulis Ala Sirikit Syah

Benjolan di payudara yang hidup selama 19 tahun tak membuat penulis Hernani Sirikit atau Sirikit Syah putus asa. Sebaliknya, pengarang cerpen Perempuan Suamiku itu makin kreatif dengan tulisannya. Dia aktif menggeluti dunia literasi plus berbagai ilmu kepenulisan.
—————————————
Banyaknya apresiasi dari pegiat literasi tak mempengaruhi karakter Sirikit. Wanita itu masih tetap dengan wataknya. Supel, tegas dan suka ceplas-ceplos.

Sirikit amat bersemangat saat berbicara dunia sastra dan kepenulisan. Terutama bercerita soal beberapa kolega menulisnya. Mulai almarhumah Lan Fang, Budi Darma, dan Sutejo asal Ponorogo.

“Mungkin kesehatan saya terganggu. Tapi, saya akan terus menulis,” tutur Sirikit saat ditemui di rumahnya, Jalan Rungkut Asri VII/8. Di sela-sela obrolan dengan penulis, perempuan berusia 61 tahun yang berjuang melawan kanker payudara itu sempat menyodorkan dua karyanya. Salah satunya Cancer and Me dirilis Februari 2019.

Cancer and Me memuat potongan-potongan curhatan Sirikit sejak 1994. Mulai dosen Stikosa-AWS itu memiliki benjolan kecil, menjalani kemoterapi, hingga operasi. Sirikit juga menuliskan perasaannya saat dokter memberitahu jika kankernya telah menyebar ke hati pada 2018 lalu.

Agar buku lebih berwarna, Sirikit menyisipkan cerpennya berjudul Si Kemo. Karya yang memiliki tokoh utama bernama Nalini itu sebelumnya telah dimuat di Jawa Pos pada November 2013. “Saya ini orangnya sulit menyimpan unek-unek. Pengen-nya cerita dan nulis terus,” kata mantan wartawan Brunei Times itu sambil memperlihatkan cerpennya.

Gara-gara Cancer and Me, banyak penderita kanker yang menghubunginya. Selain meminta dilatih menulis, mereka mengaku terharu usai membaca buku Sirikit. Para pembaca yang sebagian besar ibu-ibu penasaran bagaimana hidup bersahabat dengan kanker selama 19 tahun. “Mungkin mereka kaget. Yang didengarnya, jarang pemilik benjolan di payudara bertahan untuk tak periksa selama lebih dari sepuluh tahun,” jelas Sirikit.

Penulis perempuan itu bercerita, tanda-tanda adanya kanker sebenarnya telah diketahui pada 1994. Saat itu, nenek Harmoni Bumi itu masih berada di luar negeri. Muncul benjolan kecil di payudara yang ukurannya kian membesar. Ada kegelisahan, namun Sirikit mengabaikannya.

Sebab Dosen Stikosa-AWS itu mengaku ingin melawan takdir. Dia takut periksa. Selain tak siap, munculnya benjolan mengingatkan pada dua saudaranya yang mati muda. Mereka juga meninggal karena kanker.

Meski, pada akhirnya Sirikit tetap pergi ke dokter pada 2013. Itu setelah perempuan kelahiran Surabaya itu mendapat program sandwich-like ke University of Western Australia (UWS). Untuk pergi ke Australia, dia harus mengantongi surat sehat.

Ternyata, ketakutannya benar-benar terjadi. Dokter memberitahu jika Sirikit telah mengidap kanker payudara. Yang bikin shock lagi, dokter juga melarang pendiri Sirikit School Writing (SSW) itu pergi ke luar negeri dan meminta untuk mengurangi aktivitasnya.

“Kata dokter, penyakit saya terlambat ditangani. Sel kanker sudah menyebar,” tuturnya. Sirikit menangis terisak-isak. Sebab kanker sudah pasti membuat sebagian aktivitasnya terhenti. Mantan wartawan The Guardian London itu diwajibkan beristirahat demi menjaga nyawanya.

Berbagai proses pengobatan dijalaninya. Mulai kemoterapi, radiasi, dan operasi. Semangatnya terus tumbuh saat pengobatan memasuki tahun kelima dan dipandang berhasil oleh dokter. Muncul keinginannya makan kepiting.

Namun ternyata, masih ada ujian yang belum selesai. Pada pemeriksaan tahun 2018, dokter memberitahu bahwa sel kankernya belum benar-benar bersih. Bahkan, saat ini posisinya sudah mulai mengganggu hati.

Meski masih menderita sakit, namun Sirikit tetap semangat menjalani kehidupannya. Sebab keluarga kokoh menyemangatinya. Suami dan anaknya melarang untuk mengeluh.

Dari semua pengalaman membuatnya sadar. Salah satu yang menyelamatkannya adalah menulis. Itu cara Sirikit melepas penatnya.

Menulis sama seperti menerapi diri. Filosofi itu dipopulerkannya. Tidak saja pada penderita kanker. Keyakinan bahwa menulis merupakan obat juga disampaikan pada pasien penyakit kronis lainnya.

1 thought on “Terapi Menulis Ala Sirikit Syah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *