Resensi Buku
Menulis: Cara Merawat Kewarasan

Menulis: Cara Merawat Kewarasan

Judul Buku : On Writing
Penulis : Charles Bukowski
Penerjemah : Laila Qadria
Penerbit : Shira Media
Tahun Terbit : 2020
Jumlah Halaman : x ₊ 254

Charles Bukowski, lahir 16 Agustus 1920 di Andernach, Jerman. Dibawa ke Amerika pada usia dua tahun. Meninggal 09 Maret 1994, di San Pedro, California. Dikenal sebagai penyair, novelis, dan kartunis. Telah menghasilkan ribuan puisi, ratusan cerita pendek, enam novel. Bukowski pernah dirawat di L.A Country General Hospital, akibat kebiasaan minum-minuman beralkohol. Setelah keluar dari rumah sakit, ia semakin produktif dan banyak menghabiskan waktunya di hadapan mesin tik.

Buku On Writing karya Charles Bukowski ini berisi surat-surat yang ditulis dari tahun 1945-1993, ada 146 surat di dalamnya. Surat-Surat tersebut ditujukan kepada kawan-kawannya, penerbit, dan editor. Membaca On Writing seperti membaca autobiografi Bukowski itu sendiri, mulai dari tidur sembarang tempat, dipecat dari pekerjaannya, menulis, minum-minuman beralkohol, ditolak penerbit, hidup mengelandang, hingga hampir bunuh diri, semua diceritakan lewat surat.

Bukowski menganggap menulis surat sama seperti menulis cerpen, novel, dan puisi. Tidak hanya itu, baginya, menulis adalah permainan yang sangat lucu. Penolakan membuat kita bisa menulis dengan lebih baik; penerimaan membantu membuat kita terus menulis. Keunikan Bukowski saat sedang menulis harus sambil minum atau mabuk. Tanpa minum bir atau anggur ia hanya bisa menulis selama satu jam, tetapi dengan minum bir bisa menulis berjam-jam. Bahkan rela menulis tangan karena mesin tiknya dijual hanya untuk membeli minuman. Kejadian tersebut diceritakan dalam suratnya yang dikirimkan kepada Whit Burnett tanggal 25 Agustus 1954.

Aku biasanya duduk di samping jendela terbuka di New Orleans dan menunduk memandang jalanan malam saat musim panas sambil memencet-mencet tuts mesin tik, dan sewaktu aku menjual mesin tik di Frisco untuk membeli minuman, aku tak bisa berhenti menulis dan juga tak bisa berhenti minum, jadi aku menulis dengan tangan memakai pena bertinta selama bertahun-tahun, lalu menghiasi cerita itu dengan gambar-gambar supaya kau menaruh perhatian (Bukowski, 2020:17).

Tidak hanya menulis sambil mabuk, kegemaran lain yang dilakukan yaitu suka menggambar kartun. Ada beberapa suratnya yang dikirim kepada kawan dan majalah disertai dengan kartun. Pernah suatu malam Bukowski bergadang menggambar kartun atas perintah Barbara Fry, istrinya. Keesokan paginya, setelah dicek hasilnya sekitar 45 kartun. Kartun tersebut kemudian dimasukan ke dalam amplop lalu dikirim ke salah satu majalah, tapi tak ada yang kembali atau mendapat surat penolakan. Setelah beberapa bulan, saat sedang duduk-duduk di tempat tukang cukur rambut, tanpa sengaja melihat salah satu kartunnya muncul di sebuah majalah, ini terjadi tidak hanya sekali. Bukowski sangat menyayangkan perbuatan tersebut, ternyata masih banyak orang jahat tak bermoral di dunia seni. Dengan kejadian tersebut, tidak juga menyadarkan dirinya untuk membuat salinan karya-karyanya. Kebiasaan buruk Bukowski memang tidak pernah punya salinan karyanya ketika mengirim puisi, cerpen, dan gambar kartun ke majalah.

Dalam menulis, Bukowski sangat memperhatikan kaidah-kaidah penulisan. Namun, penerjemahan buku On Writing tidak demikian. Ini terlihat dari penulisan beberapa surat, setelah titik terkadang dilanjutkan dengan huruf kecil dan huruf kapital. Padahal Bukowski sendiri dalam beberapa suratnya mengatakan pentingnya kaidah penulisan. Ia pernah kesal dengan salah satu majalah karena telah mengedit tulisannya, majalah tersebut mengganti kata “Catur” menjadi “Atur”. Perubahan satu kata dalam sebuah tulisan akan mengubah makna kata tersebut terlebih tanda baca. Selain itu, ketika ingin menerbitkan novelnya yang berjudul Post Office, editor pemilik penerbitan tersebut menyuruhnya membuat daftar istilah kata atau tata bahasa yang diletakan di halaman awal untuk novelnya, tapi Bukowski menolak untuk mengubah istilah kata yang sudah dibuat. Menurutnya, novel harus dibaca seperti yang tertulis, itu sudah sangat jelas.

Kemudian di halaman awal buku, penerjemah lebih mengutamakan daftar buku yang menyediakan karya-karya Charles Bukowski dibanding daftar isi. Sehingga pembaca harus membaca semua surat dari awal hingga akhir. Kalau pembaca ingin menandai surat-surat yang penting harus langsung di dalam buku atau menggunakan buku catatan. Terlepas dari permasalahan kaidah penulisan dan daftar isi, dalam surat-surat Bukowski yang terdapat dalam buku On Writing, ada beberapa hal yang dapat kita ambil dari cara Bukowski menulis.

Pertama, tulislah kalimat pertama dengan baik. Bukowski jarang menemukan kemandekan saat menulis, tapi ketika menulis novel Ham on Rye, ia sangat kesulitan menulis kalimat pertamannya, sesudah menemukan kalimat pertamanya kalimat selanjutnya sangat mudah. Kejadian ini tidak hanya dialami Bukowski, Gabriel Garcia Marguez juga mengalami hal serupa. Gabriel mengakui salah satu hal tersulit dalam menulis adalah menulis paragraf pertama. Ia bisa menghabiskan berbulan-bulan menulis paragraf pertama, setelah selesai menulis paragraf pertama, paragraf selanjutnya muncul begitu saja.

Kedua, menulis harus menyisipkan humor. Tulisan yang tidak memiliki humor terlihat membosankan dan kering. Bagi Bukowski, novel yang bagus harus memiliki beberapa humor, dengan humor pembaca tidak merasakan waktunya sia-sia membaca cerita kita.
Ketiga, menulislah dalam pikiran yang senang. Menulis adalah aktifitas personal yang memerlukan ketenangan. Ketika menulis dalam perasaan sakit, tulisan kita bisa mempengaruhi keadaan kita.

Keempat, jangan jadikan tujuan menulis untuk terkenal. Sebab kalau telah tercapai tujuan menulis kita akan berhenti. Hal ini disampaikan Bukowski dalam suratnya yang diberikan kepada John Martin tanggal 12 Juli 1991. Ia mengatakan bahwa, telah membaca Henry Miller (Penulis asal Amerika Serikat) yang berhenti menulis setelah terkenal. Bukowski tak pernah mengerti dengan penulis seperti itu. Makanya tak heran Bukowski menganggap menulis serupa penyakit yang tak mau disembuhkan. Ia tak peduli orang menilai tulisannya bagus atau tidak, yang terpenting terus menulis hingga embusan napas terakhir.

Kalau kau menulis melulu demi terkenal, kau pasti gagal. Aku tak mau membuat aturan, tapi kalau ada, aturanya seperti ini: penulis-penulis yang bisa menulis dengan baik adalah orang-orang menulis supaya tidak gila.
-Charles Bukowski-


Penulis

Syamsir Marangga, lahir di Ambon 24 Februari 1996. Menyelesaikan SD sampai SMA di Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Lulus Sarjana Sastra, di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman (2019). Saat ini, melanjutkan studi Kajian Sastra dan Budaya, di Universitas Airlangga. Buku kumpulan puisinya yang sudah terbit: Aspal, Batu Bara, dan Puisi yang Marah (2019), Menjahit Kepergian (2020). Beberapa tulisannya: cerpen, esai, puisi pernah dimuat di Samarinda Post, Kaltim Post, Tribun Kaltim, Lembaga Pers Sketsa Unmul, dan tersebar di berbagai media online. Bisa dihubungi melalui Instagram: @samsir_marangga atau Facebook: Syamsir Marangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *