Antara Feminisme dan Genderisme

Gerakan kaum perempuan yang diawali dengan gerakan emansipasi kemudian berayun menuju feminis lantas bermuara pada kesetaraan gender sesungguhnya adalah gerakan transformasi dan bukan gerakan balas dendam kaum perempuan kepada kaum laki-laki. Hal itu berarti gerakan perempuan harus dimaknai sebagai proses gerakan untuk menciptakan hubungan yang setara yang lebih humanistis dan lebih baik. Hubungan kesetaraan ini bisa meliputi ranah ekonomi, politik, sosial, kultural, pendidikan dan lingkungan.

Lakon Sinetron

Saka eskalator Arini munggah ing lantai telu mbarengi Antono. Ndeleng maneka jinis busana kanggo wadon. Embuh wis pirang toko ing Jembatan Nerah Plaza dienggoki. Mung sawetara ndeleng saklebatan. Siji loro, embuh nganti pira ora ana sing mathuk.

Terka

Semak sial. Rumput liar. Buruk rupa. Begitulah aku biasa dipanggil. Secara alamiah, aku tumbuh rendah di tanah. Dedaunanku menyusup liar di sela-sela tanaman hias sejenis rumput milik Nyonya Alamanda yang ditanam jarang-jarang.

Indonesia, Teruslah Berpuisi

Dalam setahun terakhir dunia sastra Indonesia, khususnya puisi, menunjukkan kegairahan dalam beraktivitas yang luar biasa. Fenomena kegairahan aktivitas berpuisi muncul justru karena dipicu (atau hanya kebetulan berbarengan saja?) oleh meninggalnya sejumlah sastrawan dan penyair andal.

Puisi Tonny Tokan

Aku tahu ini sulit bagimu. Tetapi pun sulit bagiku. Tubuh yang dipotong-potong,
Dipatahkannya seratus sembilan puluh enam tulang secara bersamaan,
Menangis dan mengerang, meratapi sendirian nyawaku di tempat tidur.

Soliter

Mata-mata itu mengerkau bagai otoritas yang memberi panggung untuknya menayub lebih liar, serupa kisah perempuan nestapa, Troffea, berabad-abad lampau yang menari dan terus menari membabi-buta selama berhari-hari, berminggu-minggu, hingga telapak kakinya melepuh royak, kelelahan, lalu berhenti—selamanya.

Kuli Bawah Tanah

MATA Bungaran yang lancip selalu menatap dinding kamar kuning mengelupas. Dinding bagian barat, terdapat foto ibunya dengan pigura cokelat kehitaman. Satu foto putih abu-abu yang tersisa setelah hari—yang dianggap Bungaran—pemberangkatan. Setiap hari Minggu, tangan Bungaran menjangkau pigura itu dan mengelapnya dengan sobekan kain. Sekadar untuk menerbangkan debu-debu yang bersarang di sana.