Puisi Aditya Ardi N
tak ada burger atau pizza dengan keju mozzarella
pada lipatan ingatan masa kanak-kanakmu
lima potong tahu yang dicelup sambal petis itu
cukuplah untuk berdamai dengan lambungmu yang risau
tak ada burger atau pizza dengan keju mozzarella
pada lipatan ingatan masa kanak-kanakmu
lima potong tahu yang dicelup sambal petis itu
cukuplah untuk berdamai dengan lambungmu yang risau
segala yang gugur, pasti terkubur
benang-benang umur
yang tak bisa digulung
dan diulur
Dunia literasi adalah dimensi yang penuh ambiguitas, mengingat segala interpretasi lahir dari setiap gagasan baru untuk kemudian menjadi terobosan dalam melakukan aktivitas yang progresif, agar memiliki relasi dengan masa sekarang sebagai bentuk pengabdian terhadap idiologi beragama.
Saya tulis esai ini setelah 100 hari Sapardi Djoko Damono meninggal, tetapi kenangan pada karya-karyanya masih terus bermunculan. Dalam pandangan banyak kalangan, Sapardi Djoko Damono menyegarkan perkembangan dunia sastra Indonesia modern. Kreativitasnya boleh dikatakan selaras dengan konsep eksistensi dalam paradigma Kristeva, yakni mencipta kembali puisi ke dalam wujud novel.
Saya mendongak. Langit sedikit mendung, tapi sinar matahari masih bisa menerobos jatuh dan menyebar di mana-mana. Ada suara rekaman dari masjid—orang gotong royong, kendaraan melintas, dan seekor capung tampak murung di pucuk daun. Saya perhatikan capung itu, sayapnya runduk, mata palsunya sesekali bergerak waspada, awas pada apa yang ada. Barangkali serangga itu merasa satu-satunya ancaman adalah saya.