Puisi
Puisi Edwin Anugerah Pradana

Puisi Edwin Anugerah Pradana

Tak Ia Lepaskan Malam
– setelah lagu Trust, The Cure

Tak ia lepaskan malam.
Tak ia sampaikan cemas
sepanjang hari

ke sebuah bangsal
yang terbentuk

ketika hari securam
potret kota
dari pucuk pagoda.

Tak kan ia lepas malam
kepada hidup yang
seolah muncul pada suara
di tiap-tiap getaran ranjang purba.

2021

Lima, lima belas. Dari sampul album
Silampukau: doa, kota, dan kenangan

Pada 17.15:

Mereka turunkan hitam dari matahari.
Tapi tak ada Broadway
dengan beku,
kecuali bekas nikotin
di antara urban
Jalan Praban.

Tiap-tiap yang berlalu, Surabaya, kata orang,
telah pasrahkan yang terjadi

pada magrib yang menjelang
pada lirik yang selalu terputar
tapi tak sisa teringat.

Gelanggang ganas
Lima, lima belas

Akankah keajaiban
masih menarik
ketika semua
menunggunya?

Gelanggang ganas
Lima, lima belas

Di Ahmad Yani
yang beringas

2021

Pada Sebuah Playlist, Sepasang Muda-Mudi, Dan Sepetak Kamar

Tapi siapa
yang akan membuktikan
bahwa seprei ini tersingkap
di malam yang sama
ketika lagu
menyentuh batas tubuhmu?

Dan siapa yang mengerti
tempat ini, sebenarnya,
hanyalah bentuk lain
dari anggrek yang mati
replika arca yang luka
frasa yang, mungkin kau tahu,
tak menemukan kita di dalamnya.

Esok kita temukan
tubuh sendiri:
Di sebuah jurang
di dongeng orang-orang tua.
Setelah lagu penutup
membawa kabar
bahwa kita, kini,
tak istimewa.

2020

Kita Tak Bertanya, Kita Menikmati

“If I keep holding out,
will the light shine through?”—Pearl Jam

Kutahu kau, dalam jarak
yang terpasang
di sudut jalan
pada suasana biru tua.

Ketika semua bertemu
dengan doa-doa yang sama
dan kita kembali
menuju tempat tanpa warna.

2020

Menemui Sonic Youth Di Kemacetan

Jika saja ada dua pilihan di setiap sore:
Yang pertama tafsir. Yang kedua dua pekerjaan.

Aku membaca kemacetan, pola klakson, latar lampu merah
Dan sekelebat sirene yang terserap pada setiap perempatan.

Ajari aku sebuah cara, sebuah perubahan, di mana radio bisa
Mengubah jam empat sore menjadi alternative yang himne.

2021

Dari Rooftop

Telah muncul bentuk baru dari kota
Yang selama ini ia anggap traumatis.
Dari rooftop ia saksikan
semua kelemahan, ternyata,
tidak untuk dirinya sendiri.

Ia telah hafal semua suara aktivitas
yang biasa berlalu, kecuali hari ini.
Dalam susunan yang baru
kota ini telah jadi teks
dengan bentuk kecil.

Alir parit, bypass, dan gang
berubah paragraf.
Sementara manusia
adalah kata-kata, masa lalu,
yang hanya senyap.

2021

Merekam Petir Dengan Asap Rokok

Apakah lirik lagu pernah menghakimi
langkah-langkahmu, yang meski pelan,
tetap tersimpan beberapa rapat tentang ide-ide perjalanan?

Semuanya tersembunyi
dalam Fleetwood Mac
yang kutemui setiap pagi.

Thunder only happens when it’s raining.

Tepat di lirik itu, makna meminta dibuka.
Tetaplah duduk di sana. Dengan sepotong arus asap rokok,
akan kutemui kata-katamu yang selalu tertinggal
di ragu Agustus.

2021

Fade Out

Sebenarnya musim:
Ia tak pernah merekam
transisi dari gelap
menuju terang.

Pada tiap-tiap gerakan
kau menjelmakan dirimu
menjadi fade out.

Apa yang kosong. Apa yang memudar. Apa yang diadakan.
Apa yang berubah, selalu kau temukan di antara napas-napasmu,

barangkali sebuah proses adalah hidup yang terpisah, satu persatu,
katamu.

2021


Penulis:
Edwin Anugerah Pradana, lahir di Kecamatan Panggul, Kab. Trenggalek. Menulis puisi di media cetak dan online. Saat ini sedang menempuh di salah satu universitas di Surabaya. Dapat dijumpai di akun Instagram: eddwinho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *