
Puisi Royyan Julian
KEMATIAN TRUNAJAYA
Ia tak tahu
Sitihinggil menunggunya
dengan netra nyalang
Ia hanya gemar
menengok masa silam
yang mengekalkan kesedihan
Di mahligai itu
firasat menjerit
dan nasib berganti kulit
Tetapi maut tak pernah
berdiri telanjang di hadapannya
Ia cuma melihat
bendera berkibar di atas sotoh
dan genderang jatuh
di kaki musuh
Pada janji yang ditegakkan
pucuk balabar menghunus azam
dan 2 Januari yang marun
berderai dari punggungnya
yang berliang
Di angkasa yang masygul
pekik empat puluh gagak
mengoyak mimpi-mimpinya
2020
SYEKH ZUBAIR
Di 1515 kita hanya bisa
menerawang sejarah
yang buram:
Seorang misionaris
turun dari kapal
setelah kelasi melepas jangkar
—dan mungkin juga lanun
yang menyamar
Di palka
ia menyimpan rahasia
yang akan dibentangkan
kepada panembahan
Tetapi di syahbandar
ia dicatat sebagai saudagar
yang membawa kapital
dan pekik camar
yang tertinggal di ujung serban
Di 1515 kita cuma
sanggup membayangkan:
Seorang barid sultan tiba
tanpa kur badar, rancak tabla,
dan rampak rebana
Ia hanya menitip kaul
yang disabda tuan
ke batas ajal
2020
TANJUNG BULAN
Di mimpi gadis itu
orang-orang menanam angin
dan gelak disapu bayu
sementara jonggring salaka
menjadi pudar
lalu memutih
ke pangkal subuh
Perkawinan itu hanya
diikat rasa gentar
dan sumpah yang rawan
Dahulu seorang lelaki
mencuri sehelai sinar
yang menjuntai ke tepi kali
Setelah itu hanya ada musim
yang terus memanjang
Tetapi dosa lelaki itu
menghapus ganih
pada mimpi-mimpinya
Dan ia, gadis itu
meninggalkan cintanya
yang fana
2020
DI BIBIR LIFAU
Hanya di Pantai Adonara
ia menyaksikan terang
bergetar di langit selatan
Di bibir Lifau
galiung menepi
Seorang kapten
menghidu bau madu
dan wangi cendana
sementara seorang padri
melihat tubuhnya sendiri
tersalib di angkasa
Barangkali hari itu senja terakhir
ia mendengar camar,
membaca doa,
dan menakar dosa
yang tak sanggup dimusnahkan
Sebenarnya ia tahu
sungguh ia tahu
kota itu adalah tempayan
yang akan mengubah anggur
menjadi air mata
2020
TOTEM
Berkatilah perahu kami dengan semburan airmu yang suci. Tanpa kembang atau kemenyan di sepanjang dua musim yang silih berganti. Mungkin dahulu engkau pitarah yang mengajarkan kami bagaimana jalan menjadi sakti. Tetapi kami telah lupa tersebab kitab silsilah kami dikikis rayap dan waktu; garis nasab kami terpatah abad berlalu.
Kakek nan bersirip, lindungilah kami dari topan, ombak ganas, muslihat para mambang, supaya tetap kami haturkan upeti di atas piring nasi anak-anak kami yang senantiasa mengancam. Kami berlindung dari kutukanmu lantaran keserakahan jala kami menelan bayi-bayi ikan yang belum mengenal rasa asin lautan.
Di hari uzurmu, kami sambut kedatanganmu di pantai kami sebagai mamalia yang kan menjemput maut. Di pesisir inilah arwahmu takkan lagi berjarak dengan para leluhur kami; roh moyang kami yang menjelma seekor vertebrata dalam keheningan samudra.
2015
Penulis:

Royyan Julian adalah penulis sejumlah buku, akademisi kambuhan, dan pegiat budaya yang tinggal di Pamekasan. Buku puisinya berjudul Biografi Tubuh Nabi (2017).