Cerpen
Friedrich Yah dan Rangkaian Cerita Kematian

Friedrich Yah dan Rangkaian Cerita Kematian

Friedrich Yah berjalan menembus kerasnya badai. Ia membiarkan tubuhnya yang gendut itu diterpa angin berair, juga membiarkan orang-orang yang bersembunyi di balik jendela rumah mereka memaki-makinya sebagai iblis.

Seorang janda muda bernama Martin Sophie yang terkenal kaya raya namun hidup dalam kesepian, mencondongkan sebagian tubuhnya keluar jendela sambil melemparkan dua buah tomat berukuran bogem ke arah Friedrich Yah yang berdiri hanya beberapa langkah saja darinya. Dua buah tomat itu sukses mengenai kepala Friedrich Yah.

“Friedrich Yah, jika kau berjalan di tengah hujan untuk mengundang simpati kami, perlu kau ketahui, bahwa apa yang kau lakukan sepenuhnya tak berguna,” suara Martin Sophie mengalahkan suara badai.

“Aku tak bermaksud begitu, tapi aku tidak akan menolak bila Anda ingin memberikanku segelas teh hangat dan roti sisa sarapan Anda pagi ini,” kata Friedrich Yah.

“Dasar tidak berguna!”

Martin Sophie kembali melempar tomat ke arah Friedrich Yah hingga jumlah tomat-tomat itu tak bisa dipastikan lagi. Sebagian banyak tomat itu mengenai tubuh Friedrich Yah yang gendut. Entah bagaimana tomat-tomat itu bisa didapatkan dengan mudah oleh Martin Sophie, seolah-olah semuanya memang sudah disiapkan khusus untuk melempar Friedrich Yah.

***

Friedrich Yah dibesarkan oleh perawat tua bernama Marilyn Cassandara yang dulu membawanya ke sebuah panti asuhan. Meski sebulan setelah Friedrich Yah masuk ke sana, panti asuhan itu dibubarkan karena para donatur memutus dan menarik semua pendanaan ketika mengetahui kepala panti itu terlalu banyak melakukan korupsi.

Setelah panti ditutup, Marilyn Cassandra merawat Friedrich Yah kecil di rumahnya. Friedrich Yah tak begitu diterima oleh keluarga Marilyn Cassandra sebab ia tampaknya lebih memprioritaskan Friedrich Yah dalam hal apapun. Ketika berusia delapan belas tahun, Friedrich Yah diam-diam meninggalkan rumah Marilyn Cassandra tanpa mengucapkan sepatah kata perpisahan pun pada mantan pengasuhnya itu.

Sebulan berlalu setelah kepergiannya dari rumah Marilyn Cassandra, suatu hari Friedrich Yah menangis keras sangat lama karena mengetahui kabar tentang kematian ibu perawatnya itu. Marilyn Cassandra jatuh di kamar mandinya, dan kepalanya terbentur ke lantai.

Sejak hari pemakaman Marilyn Cassandra, Friedrich Yah sering menghabiskan waktunya di tempat pemakaman. Ia bahkan berkerabat dengan Lucas Gabriel, seorang pria yang bekerja sebagai penjaga tempat pemakaman.

“Seberapa penting wanita bernama Marilyn Cassandra itu bagimu?” tanya Lucas Gabriel pada suatu ketika mereka berbincang.

“Ini agak sulit dijelaskan, bung. Apa kau memiliki keluarga?”

“Maaf?”

“Apa kau memiliki keluarga?” Friedrich Yah mengulang pertanyaannya.

“Tentu. Aku memiliki tiga istri, dua anak dari istriku yang pertama, satu anak dari istriku yang kedua, dan istriku yang ketiga tidak berencana memiliki anak, dan aku tidak keberatan dengan keputusannya itu.”

Friedrich Yah sempat terkejut mendengar pengakuan Lucas Gabriel. Namun cepat-cepat ia menyingkirkan ekspresi itu dari wajahnya. Ia juga berpikir mungkin hal wajar bila Lucas Gabriel memiliki banyak istri; Lucas Gabriel adalah lelaki yang terbilang tampan di Simul, kendati kemiskinan membuatnya agak sedikit kotor.

“Mereka semua penting bagimu?”

“Awalnya begitu. Setidaknya sebelum mereka membutuhkan terlalu banyak hal dalam berkeluarga, ini disebut faktor ekonomi. Kelak kau akan mengetahuinya sendiri,” Lucas Gabriel melepas tatapannya ke langit.

Friedrich Yah mengangguk-angguk. Lalu berbicara lagi.

“Marilyn Cassandra merawatku dengan baik, ia berperan sebagaimana mestinya seorang ibu. Namun aku meninggalkannya tanpa alasan yang jelas seolah-olah aku tak pernah mengenalnya.”

“Lalu sekarang kau menyesal, anak muda?”

“Benar, aku menyesal. Sebab aku belum membalas sepeser pun kebaikannya.”

“Seandainya Marilyn Cassandra masih hidup, apakah kau tetap berencana membalas kebaikannya?”

“Kesadaran itu kemungkinan kudapatkan setelah Marilyn Cassandra mati.”

“Kesadaran untuk membalas kebaikannya?”

“Ya.”

Sebulan setelah perbincangannya dengan Friedrich Yah, Lucas Gabriel berhenti bekerja sebagai penjaga makam. Ia mencoba peruntungan lain dengan menjadi buruh tambang emas di Gunung Salamon yang berjarak dua jam berjalan kaki dari pusat Kota Simul.

Dan belum sampai sebulan ia bekerja di sana, Lucas Gabriel dikabarkan tewas akibat tertimbun longsor di perut bumi. Ia tewas bersama sepuluh buruh lain yang menjadi kelompoknya. Friedrich Yah datang menyaksikan proses pengangkutan mayat para buruh itu ke permukaan. Banyak orang berkumpul: polisi, wartawan, dan keluarga para buruh yang menjadi korban. Kepada keluarga Lucas Gabriel, Friedrich Yah mengenalkan diri sebagai sahabat baik Lucas Gabriel.

Entah bagaimana, Friedrich Yah diajak berkunjung ke rumah keluarga Lucas Gabriel. Bahkan, Friedrich Yah ditawari untuk menginap kapan saja ia mau. Friedrich Yah sempat tak menyangka, bahwa ketiga istri dan anak-anak Lucas Gabriel tinggal di dalam satu rumah yang sama. Meski tempat tidur dan batas-batas tertentu sudah diatur sedemikian rupa, sehingga rumah yang tidak terbilang besar itu cukup untuk menampung mereka semua.

“Kau tidak usah sungkan mengambil roti kalau lapar,” kata Agatha Pricilla, istri pertama Lucas Gabriel.

“Kami memiliki banyak cadangan roti, meski tak lama bekerja di tambang, Lucas mendapatkan upah harian yang layak,” timpal Baretta Maloree, istri kedua Lucas Gabriel.

Mereka juga meminta supaya Friedrich Yah tak terlalu mengkhawatirkan anak-anak mereka yang ketiganya masih berusia kurang dari sepuluh tahun itu. Mereka mendapatkan tunjangan keselamatan dari pemerintah kota berkat status mereka sebagai anak dari keluarga miskin.

Friedrich Yah menjalani hari-harinya dengan baik bersama keluarga Lucas Gabriel. Ia juga mengambil kerja paruh waktu sebagai pengantar koran. Friedrich Yah tak mau selamanya menjadi beban, meski keluarga Lucas Gabriel mungkin saja tak berpikir demikian. Lebih-lebih bagi Agatha Pricilla dan Baretta Maloree, keduanya sudah menganggap Friedrich Yah berhasil menjalankan perannya sebagai Lucas Gabriel.

Sementara itu, di luar kebersamaan mereka, ada gosip yang beredar tentang perselingkuhan Martin Sophie istri ketiga Lucas Gabriel dengan Darek Eginhardt Walikota Simul. Martin Sophie sering menampakkan dirinya secara terang-terangan memasuki istana walikota dengan mengenakan pakaian yang modis seakan-akan tak ingin menampik gosip yang beredar.

Dan benar saja, tanpa memberitahu dua istri Lucas Gabriel, Martin Sophie menggelar pernikahannya dengan Darek Eginhardt yang menjadikannya sebagai istri ketiga, posisi yang sama ketika ia menjadi istri Lucas Gabriel.

Lucas Gabriel hanya memberikanku kepuasan seksual, sementara Darek Eginhardt adalah segalanya. Begitu kata Martin Sophie dalam sebuah wawancara di koran yang dibaca oleh Friedrich Yah.

Friedrich Yah yang merasa sahabatnya dihina pun marah. Ia diam-diam membalas perkataan buruk Martin Sophie dengan melempari istana walikota menggunakan bebatuan, menyebarkan omongan tentang buruknya moralitas mantan istri ketiga Lucas Gabriel itu, hingga menjuluki Martin Sophie sebagai seorang femme fatale yang berbahaya.

Celakanya, usaha balas dendam Friedrich Yah terkuak dan malah membawa petaka bagi keluarga Lucas Gabriel alih-alih berhasil membalas dendam. Tunjangan keselamatan bagi anak-anak Lucas Gabriel dicabut, di sisi lain kedua istri Lucas Gabriel tiba-tiba kehilangan pekerjaan paruh waktu mereka sebagai buruh cuci di kota. Friedrich Yah juga dipecat oleh perusahaan koran tempatnya bekerja.

Sebulan kemudian karena tak kuat menahan serangan kelaparan yang terlalu sering datang, Baretta Maloree dan Agatha Pricilla sudah bekerja lagi sebagai buruh tambang sampai akhirnya mengalami nasib yang sama seperti suami mereka. Kini, anak-anak mereka terlantar dan menghilang begitu saja seperti diculik atau semacamnya. Friedrich Yah sangat merasa bersalah atas semua peristiwa itu.

Sebulan kemudian lagi, Darek Eginhardt mati karena terserang kanker kelamin. Martin Sophie memanfaatkan harta yang ditinggalkan Darek Eginhardt untuk membersihkan nama baiknya. Juga untuk menambah kebencian masyarakat kota terhadap Friedrich Yah yang semakin tak terbantahkan.

Cerita tentang kematian orang-orang yang berhubungan dengan Friedrich Yah cepat beredar. Bahkan sebuah koran lokal pernah secara khusus merangkai cerita tentang kutukan kematian yang dibawa Friedrich Yah. Hal inilah yang membuat Friedrich Yah dianggap sebagai iblis pembawa petaka.

***

Hari ini, pada sebuah pagi yang badai di Kota Simul, Friedrich Yah tampak berjalan sendiri membawa tubuh gendutnya setelah selama sebulan tak diketahui keberadaannya. Ada yang mengatakan ia menghabiskan waktu di tempat pemakaman, ada juga yang mengatakan ia hidup di perut bumi, masuk melalui lubang tambang emas. Orang-orang memperhatikan langkahnya yang berat dari balik jendela rumah mereka. Martin Sophie yang begitu membenci Friedrich Yah tampak bersemangat melemparinya.

“Pergilah sejauh mungkin!” teriak Martin Sophie. Ia tampak menahan jendelanya yang hendak terbanting karena badai.

“Hari ini aku akan meninggalkan kota. Sangat jauh, sampai-sampai lemparanmu itu tidak akan bisa menjangkau tubuhku lagi, Nona Martin Sophie!”

Tomat-tomat yang dilempar oleh Martin Sophie terus mengenai Friedrich Yah hingga bagian atas tubuhnya memerah. Tanpa membersihkan serpihan tomat-tomat itu dari tubuhnya, Friedrich Yah melanjutkan perjalanannya.[]


Penulis:

Robbyan Abel Ramdhon, adalah cerpenis dan esais asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pernah menempuh pendidikan di Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga. Tulisan-tulisannya berupa cerpen dan esai pernah tersiar di berbagai media cetak maupun daring. Kini bergiat di Komunitas Akarpohon Mataram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *