Puisi
Puisi Muhammad Daffa

Puisi Muhammad Daffa

SESEORANG DI LUAR PUISI

Seseorang di luar puisi ini masuk ke dalam aku
Metafora yang tumpang-tindih bersusun

Seseorang di luar puisi masuk ke dalam aku
Menggurat isyarat pada sekujur badan

Ia berpikir ada jejak bahasa yang padam pada diriku,
Mayat para penyair yang disembunyikan

Surabaya, September 2021

DI HADAPAN CERMIN

Aku berkaca dan menemukan diriku yang lain, pertanyaan-pertanyaan yang menunggu jawaban
Aku berkaca dan menemukan diriku yang lain, pertanyaan-pertanyaan yang meminang kau
Dengan sejumlah analogi tentang musim paling cemburu. Ingin kutulis kesesatan rindu
Ketika kau tak kutemukan sebagai pertanyaan-pertanyaan lain yang mewujud air mata

Aku mengemis pada bayangan yang retak menunggu, kueja sajak yang ditulis segenap pujangga
Betapa cinta mulai sekarat menghitung satu-persatu kalimat di ujung penghabisan suara
Tak ada siapa pun yang kembali mengejanya, hanya kebekuan imaji dan tafsir sehangat darah

Kepada bayangan, kuhimpun diri sebagai jejak yang asing berkaca. Pertanyaan-pertanyaan meringkus
Kau dengan sejumlah analogi yang kemelut dalam cemburu. Kutulis kesesatan rindu
Sebagai upaya lain mengubur ingatan yang gencar mengincar tafsir. Tubuhku berkaca
Pada segenap malam yang membuka, kutemukan diriku yang lain tengah berkelana
Mencari jawab dari setiap pertanyaan yang beranak dari tafsir sehangat darah

Surabaya, September 2021

EPILOG BAYANGAN

Bayanganku, jejak yang menyusur merah, merah yang kembali mengeja sajak-sajak payah
Di koran harian hari ini. Bayanganku, jejak yang menggenapkan igau dalam tidurmu
Ketika terbayang tahun-tahun terbakar di antara jam berdetak. Kau mengeja
Bulan yang terseok di luar percakapan, seorang penenung telah menyihirnya
Sepasang tubuh yang tak lagi mengingat sekhusyuk tafsir

Bayanganku, jejak yang tertidur antara merah sejarah, sebelum mengendap jadi ruh
Yang membisik ke dalam dadamu, “perempuan, kalimat yang seringkali tersesat
ke dalam percakapan-percakapan pagi. sementara diriku tetaplah bayang
mengeja gemetar bibirmu ketika ingin ucapkan kata cinta, menyusup jauh ke relung suara”

Surabaya, September 2021

DALAM BAYANGAN PULANG

Kembalilah ke dalam bayangan pulang. Rumah-rumah yang patah di kejauhan. Seorang ibu
Dengan malam yang menyala di tangannya. Bayangkan sebuah minggu yang menunggu
Tangan hangat seorang ibu, menyambut kau tiba dengan sejumlah kenangan lucu

“ketika sibuk-sibuknya jadi penganut kota, saya semakin renggang dari aroma ibu
aroma yang membaur semerbak bunga-bunga doa.”

Ke dalam bayangan pulang, saya sering terkenang ibu dan sebuah minggu yang menunggu.
Malam menyala di tangan ibu. Ketika saya sampai di hadapan sosok mungilnya, ia berkata
Bahwa saya sudah mulai mahir membolak-balik dunia. Dunia yang hidup dan beranak dalam sajak

Surabaya, September 2021

BAIT-BAIT TERSESAT

Kusenandungkan bait-bait  tersesat. Kau kalimat pertama yang membuka sajak ini
Hujanilah dengan serbuan metafora dan kelopak-kelopak diksi. Biarkan tubuhku jadi perumpamaan lain
Yang mengingatkanmu pada suatu kembara. Kadang-kadang aku ingin tersesat ke dalam pelukan
Dan menafsir cinta yang gugup untuk sekadar berbicara. Kepada siapa kukirim senandung sederhana
Tentang metafora dan kelopak-kelopak diksi setengah gelinjang? Seseorang mungkin menginginkannya
Upaya melipur tahun-tahun yang terlipat dalam sebuah novel bertema kesedihan

Surabaya, September 2021

MELANKOLI PERTEMUAN

Di halamanmu, langit tumpah sewarna tanah. Orang-orang mulai berbisik perihal malam celaka
Ketika sepasang remaja bertukar kecup di bawah remang pertemuan.  Bahasa yang kupahat pada batu
Telah meredam amuk kenangan setengah gelinjang. Semalam tadi masih kita kenangkan pikir
Pada jalan-jalan rahasia, tempat kita mengadu cumbuan, malam yang tiba-tiba terjaga
Mendapati seseorang yang serupa benar dengan kita, menggenapkan peluk yang terasa fana

Surabaya, September 2021

CATATAN LANGIT TUMPAH

Langit tumpah dan mengeja kau yang dingin kukenang
Puisi yang kutulis berbiak kalimat-kalimat patah
Seseorang tengah menunggumu di seberang bahasa
Menyusun temu di sebuah caffe biru

Langit tumpah dan mengeja kau yang dingin kukenang
Puisi yang kutulis berbiak ruang melankoli
Seseorang, barangkali menunggumu di seberang bahasa
Sementara aku kembali mengeja namamu
Kurangkai jadi bunga metafora

Surabaya, September 2021

MENGHAFAL SALAK BULAN

Rumah-rumah patah. Menungguku. Seseorang bersenandung
Dalam kata, merupa kesedihan lain dalam puisi. Rumah-rumah patah
Kuingat kau yang pertama tiba dengan kitab penghabisan, amalan pulang
Sebelum menemu kelok bersimpang. Rumah-rumah patah
Menungguku, kuhafal salak bulan yang sembunyikan suaramu
Antara dendam dan kesedihan melulu tergenang

Surabaya, September 2021

JEJAK BAYANG MENGULANG DATANG

Apa yang kau sesap dari jejak bayang-bayang, hanya dingin yang berulang
Hanya ingin yang mengulang datang, mengulas sedih yang tertanam jeram dada
Luka yang menyala di tangan, mekar malam di tangan pencatat demam
Siapa yang tetiba luruh menjelma metafora, kuyup bunga-bunga bahasa

Surabaya, September 2021

PERSEMBUNYIAN TAFSIR

Kau sembunyikan tafsir
Ke dalam igauan, malam ke malam
Bertambah demam

Kau sembunyikan tafsir
Ke dalam kitab-kitab, kubur segala sajak
Malam ke malam
Bertambah demam

Surabaya, September 2021


Penulis:

Muhammad Daffa, lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 1999. Puisi-puisinya dimuat di media cetak dan online. Buku puisi tunggalnya berjudul Talkin(2017) dan Suara Tanah Asal(2018). Bergiat di Kelas Puisi Bekasi(KPB). Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya. Akun instagram: @serumpunkemarau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *