Puisi
Puisi Miftachur Rozak

Puisi Miftachur Rozak

Senandung Kasidah Al Barzanji

  : Zahra

Nyalakan dupa malam ini, Zahra
atau wewangian di antara mahallulqiyam.
sebab, kami tak kuasa menahan rindu teramat
menyeka airmata, dan menghatamkan seribu selawat.

Rebana kayu nangka sudah menunggu kita.
Berdansa, mengitari masalalu di padang karbala.
Hasan dan Husain telah diabadikan:
di antara nadhom Al-Barzanji.

Uluklah salam, Zahra,
sebab, kepakkan sayap Jibril tak pernah muskil.
Ia melewati lorong-lorong waktu
di setiap pintu surau-surau,
yang mengumandangkan selawat,
sebagai jalan Baginda Rasul
menjumpai umatnya, di hari kelahirannya.

“Asraqal badru alaina, fakhtafat minhulbuduru”

(Telah terbit purnama di tengah-tengah kita
maka, tertutuplah semua bulan purnama)

“Anta syamsun anta badrun, anta nuurun fawqa nuuri”

(Engkaulah surya, engkaulah purnama
engkaulah cahaya di atas cahaya.)

Zahra, inilah sebenar-benarnya purnama yang kita tunggu.
Menyinari, namun tangan kita tak pernah menjangkau.

Jombang, Oktober 2021

Sebelum Kumandang Tarhim di Jeddah

Barangkali kau ingin tahu kisah penghuni surga
atau buah magis yang mementalkan Adam dan Hawa.
Hingga tanah Arafah basah oleh airmata mereka
setelah ratusan musim terpisah dan saling berdoa.

Coba tanyakan bukit Jabal Rahmah
setelah matahari rebah, atau sebelum kumandang tarhim di Jeddah.
Tak usah kau pedulikan Iblis, sebab ia muncul bersama khidzib,
menawarkan khuldi sebagaimana manisnya manggis,
hingga kau terlena, dan tak pernah menjumpai surga.

Duduklah dengan tumakninah,
kemudian rapal mantra-mantra wasilah.
Sebab Jibril akan menuntunmu,
dalam tidur atau setengah terjaga.

Seketika engkau akan dibayangi suatu tempat:
sungai-sungai bercabang yang mengalirkan susu
dan jernih telaga yang berkilauan aroma madu

Namun engkau harus kuat,
sebab, sebentar lagi akan terpental jauh ke Dahnah
:tempat Adam mengucurkan airmata darah
menyesali sebab-sebab yang ia langgar sendiri.

Jika engkau masih kuat, teruslah menguntit Jibril
mengendarai wasilah yang engkau yakini,
agar tak tersesat, dan kau kembali ke tanah Arafah.
Jabal Rahmah: tempat Adam dan Hawa memadu kasih dan kisah.

Jombang, September 2021

 

Menziarahi Charles Perrault

_dongeng Cinderella_

Telah kurapal seribu wasilah, pada seluruh dongeng-dongeng masa kecil
tubuhku gemetar, menderas keringat dingin.
Lekas kujumpai Gabriel, aku terpental dan mendarat di Paris.
Eyang Charles Perrault, berambut hitam kayu eboni, memberiku anggur dan sepotong pain au chocolar,  sebagai perjamuan malam; sebelum membangunkan Cinderella.

Aku digiring ke Bibliothèque Mazarine. 
Kitab-kitab lembab menguraikan nostalgia, Cinderella tertidur di halaman 1950.

Dan tuannya perlahan membangunkannya, sembari berbisik, “Sebentar lagi kau akan bahagia, dengan tuan barumu dari jawa, mengendarai puisi lengkap dengan kereta kencana. Namun kau harus meninggalkan sepatu kaca,  sebab di sana hanya milik orang ternama. Dan tikus-tikus tak pernah menjelma kuda, sebab mereka telanjur rakus menggerogoti puisi-puisi kudus. Buah labu pun harus kau tinggalkan, sebab di sana tak ada lahan; sudah ditanami gedung perkantoran.”

Seketika aku terpental untuk kesekian kalinya. Tersungkur di tempat tidur.
Dan menggenggam puisi berjudul “Cinderella Diangkut Kereta Kencana.”

Jombang, Juni 2021

Nukilan Rimba Amarta

  _Bratasena dan Arimbi_

Disibaklah belantara Amarta
setelah dengki Kurawa melunta-luntakan Pandawa
hingga Brata Sena dilema, pada kecamuk yang lengkara.

Arimbi sejatinya Rashaksi Pringgadani
jelmaan raksasa yang tak pantas dinikahi.
namun Ia tak pernah lelah
hingga tawakalnya bertumbuh berkah

Oh, Arimbi
Kau telah menanam cinta,
di kaki putra Kunti
menyusun asmara dengan segala cara.

Apakah engkau telah lupa?
pada kematian kakandamu: Prabu Arimba,
oleh Kesatria Gada Rujakpala.
Atau mungkin engkau tak kuasa
atas perkasa Brata Sena?

Hutan belantara menjadi saksi asmaradana
hingga Kunti menjatuhkan sabda
dan Arimbi berwujud paras jelita.

Dalam sekejap, mantra mustajab,

“Oh, Bathara Amarta
jadikanlah Arimbi
jelmaan bidadari
yang parasnya tak tertandingi
di seluruh belantara pringgadani”

Brata Sena, hatinya tak sekuat gada
pada Arimbi ia menjatuhkan hatinya
sebagai alasan lahirnya Kaca Negara.

Oh, barangkali inilah sabda Begawan Abyasa:
bahwa manusia takkan luput dari sengsara,
sementara cinta dan lengkara, subur di Amerta.

Jombang,  2021

Sengketa Cinta di Alengka

Negeri Alengka tak kuasa atasmu Shinta
sebab, kemekaranmu serupa mawar yang tertebar
dan tercium oleh Rahwana..

Ia tertunduk bagai merpati.
Kekekaran tubuhnya seketika lemah
serakah dan amarahnya pun pasrah
pada cinta sejati yang katanya engkau semai bersama melati.

Sementara Rama yang katanya tulus mencintai
tak kuasa menjagamu, dan terlalu sembrono: tak hati-hati.

Tragedi  penculikan pun tak dapat dihindari
ketika purnama hampir sirna, dikuasai gerhana.

Dan perang terjadi
Rahwana kalah: negara, harta, dan nyawanya musnah
banjir darah menggenangi Alengka, oleh kesaktian Raja Kera.

Kini bunga mawar telah layu
yang sudah menebar di negeri Alengka.
Dan Rahwanapun tetap menunggu cintamu, di Nirwana.

Jombang, 2021


Penulis:

Miftachur Rozak, penulis puisi yang aktif di KPB (Kelas Puisi Bekasi). Ia lahir di Jombang, Jawa Timur. Tahun 2011 ia menyelesaikan studi S1 PBSI STKIP PGRI di Jombang, dan  kini mengabdi di MTsN 2 Rejoso, Jombang. Sedikit karyanya tersiar di pelbagai media lokal maupun nasional. Salah satu puisinya masuk dalam Antologi tiga Negara, Jazirah 5 FSIGB 2020, dan tergabung dalam buku “Sang Acarya” Kumpulan Puisi Guru dan Dosen Komunitas Dari Negeri Poci 2020. Bisa dijumpai di Facebook: Miftachur Rozak atau Instagram: @arrozak_88.

3 thoughts on “Puisi Miftachur Rozak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *