Resensi Buku
Zadig Adalah Abu Nawasnya Babylonia

Zadig Adalah Abu Nawasnya Babylonia

Judul           : Suratan Takdir (Terjemahan dari Zadig ou la Destinee)
Penulis          : Voltaire
Penerjemah  : Ida Sundari Husen
Penerbit        : Pustaka Obor Indonesia
Cetakan        : Maret 2021
Tebal             : 186 halaman ISBN   : 978-623-94812-6-1

Jika kota Baghdad memiliki mahkota yang bernama Abu Nawas, maka Babylonia juga memilikinya dalam versi yang berbeda, yaitu Zadig⸻Abu Nawas adalah versi dunia nyata, sedangkan Zadig adalah versi dunia sastra. Abu Nawas hidup dan masyhur pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid, sementara Zadig hidup dan terkenal di zaman Raja Moabdar dalam imajinasi Voltaire lewat hikayatnya yang berjudul Zadig ou la Destinee. Sebagaimana halnya Abu Nawas yang selalu berhasil memberikan pesan-pesan kebijaksanaan dan memecahkan berbagai masalah dengan cara tak biasa untuk teman-temannya serta Raja Harun ar-Rasyid, Zadig juga melakukan dua hal tersebut untuk kenalan-kenalannya dan Raja Moabdar.

Pada bagian pembuka kisah, Zadig sudah menyajikan kebijaksanaan yang paling penting dalam kehidupan, yakni memberi tanpa berharap menerima. Berikut kutipannya,

“Tak pernah dia ragu-ragu berbuat jasa kepada orang yang tidak tahu membalas budi, sesuai dengan prinsip dasar Zoroastre itu: Kalau kau makan, berilah juga anjingmu makanan, walaupun dia akan menggigitmu.” (halaman 12)

Dalam istilah yang lebih singkat, sikap itu bernama ikhlas atau ketulusan. Seolah Zadig ingin menegaskan bahwa kebaikan memang tak perlu dibalas, agar sampai kapanpun tetap bernilai kebaikan, bukan sebuah utang yang harus dibalas. Kebaikan memang sudah seyogianya dilakukan kepada orang yang pernah menyakiti sekalipun, agar kebaikan tak dianggap ‘pilih kasih’ hanya kepada orang-orang tertentu saja.

Filsafat kehidupan lainnya yang ditawarkan oleh Zadig adalah pendidikan yang terbaik untuk seorang anak. Dalam beberapa kasus, kebanyakan manusia akan mengklasifikasikannya dalam pelbagai jenis, seperti linguistik; musik; kedokteran; perkapalan; dan lain-lain. Namun bagi Zadig, pendidikan terbaik bukan yang telah disebutkan tadi. Pada suatu waktu, Zadig dihadapkan pada sebuah kasus untuk menentukan ayah yang paling pas bagi seorang anak. Kemudian Zadig memilih berdasarkan rencana pendidikan yang akan diberikan kepada sang anak sebagaimana kutipan berikut ini,

“’Apa yang akan Tuan ajarkan kepada anak itu?’ tanyanya kepada yang pertama.

‘Saya akan mengajarinya peraturan tata bahasa, dialektika, astrologi, setanologi, apa yang dimaksudkan dengan subtansi……….

‘Saya,’ kata yang kedua, ‘akan saya usahakan agar dia menjadi orang baik dan pantas mempunyai banyak sahabat.’” (halaman 51)

Mendengar dua jawaban yang berbeda tersebut, Zadig tanpa ragu memilih orang yang kedua. Orang yang pertama hanya sibuk memaknai pendidikan sebagai kecerdasan intelektual, sedangkan orang yang kedua mengartikan pendidikan dengan sederhana, namun bermakna sebagai sarana menjadi orang baik dan memiliki banyak teman. Orang pertama agaknya lupa bahwa fondasi terpenting dalam menjadi manusia adalah kebaikan, sebab banyak orang-orang cerdas yang menjadi buas karena memprioritaskan kepintaran, namun mengesampingkan kebaikan.

Tak jauh berbeda dengan Abu Nawas yang terkenal sangat cerdas dalam memecahkan teka-teki yang sangat rumit, Zadig juga seperti itu. Pada detik-detik terakhir keberhasilannya, Zadig diuji dengan sebuah teka-teki yang sangat rumit oleh Pendeta Agung. Teka-tekinya adalah mencari tahu tentang sesuatu di dunia ini yang paling panjang sekaligus juga yang paling pendek, paling cepat sekaligus yang paling lambat, paling terbagi-bagi sekaligus yang paling luas, paling diremehkan sekaligus yang paling mudah disesali. Tanpa hal itu, tak ada hal yang bisa dilakukan.

Sebagian besar peserta sayembara tak bisa menemukan jawaban, sementara sisanya memberikan jawaban yang salah. Hanya Zadig yang mampu menjawab dengan tepat seperti dalam kutipan berikut ini,

Zadig mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu: “Tak ada yang dirasakan lebih panjang,” tambahnya, “karena waktu adalah ukuran keabadian; tak ada yang lebih pendek, karena selalu kurang untuk melaksanakan rencana-rencana kita; tak ada yang lebih lambat bagi mereka yang sedang menunggu; tak ada yang lebih cepat berlalu untuk mereka yang sedang menikmati hidup.” (halaman 177)

Melalui Zadig seolah pembaca diajak bertafakkur dengan takzim bahwa tak ada yang lebih berharga melebihi waktu. Mirisnya manusia kebanyakan sibuk berlari mengejar yang tak pasti, hingga melupa jalan untuk kembali. Namun tidak bagi manusia-manusia yang menghargai waktu, di hadapan waktu mereka bersumpah bahwa setiap manusia merugi kecuali mereka yang sibuk dengan Yang Lebih Pasti.

Ada Indonesia di dalam Kisah Zadig
Satu hal menarik lainnya dari hikayat Zadig ini adalah penyebutan dua tempat asal Indonesia pada bagian Almona Berkencan. Dua tempat itu adalah Tidore dan Ternate yang dikenal sebab keberadaan rempah-rempahnya sebagaimana dalam kutipan berikut ini,

“Sisa hari itu digunakan sang pejabat agama untuk membersihkan diri. Dia menenggak minuman keras yang terbuat dari rempah-rempah Ceylon dan bumbu-bumbu mahal dari Tidore dan Ternate.” (halaman 103)

Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia pun sudah tampak istimewa di mata Voltaire kala itu. Saking istimewanya, Voltaire menyebutnya dengan istilah ‘bumbu-bumbu mahal’. Tak mungkin dihargai mahal jika benda itu tidak istimewa. Akhirnya, membaca hikayat Zadig adalah membaca kebijaksanaan sekaligus membanggakan keberadaan Nusantara. []


Penulis:

Akhmad Idris. Seorang lelaki lulusan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang terdampar di Bumi dengan selamat Sentosa pada tanggal 1 Februari 1994. Saat ini menjadi seorang dosen bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya. Seorang lelaki pecinta wanita, tetapi bukan buaya; sebab tiada kesalahan dalam mencintai. Seorang lelaki yang mencintai dunia kepenulisan, meskipun tulisan-tulisannya biasa-biasa saja. Dapat dihubungi di 082139374892 (akun gopay) dan 089685875606 (WA), fb Akhmad Idris, dan ig @elakhmad & @wnkuri_official. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *