Puisi
Puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Fragmen Perut

makanan khas Demak

Dem, aku lahir dari lunta ke lunta. ini kali pertama aku keluar dari diri,
nyampir di kotamu, sebab kudengar wali-wali betapa keramat di sini,
sebelum kiamat berikan aku Roro Gending, sesuap pun tak apa,
sambil tak lupa minum seluruh airmata bahagia. Ohiya Dem, salam
sepenuh sayang, kepada bayang-bayang Sunan Kalijaga.

Dem, demi aroma kelapa parut, bawang merah dan laos,
berikan aku Sego Doreng, kudengar ia tersebar di mana-mana.
salivaku yang fakir menetes juga, tak ubah tetes zikir yang menderas
di sungai lapar kerongkongan.

Dem, aku rela berhari-hari berdiri dan tersenyum manis
pada orang-orang beruang yang singgah ke RM Rahayu,
apa benar mereka gampang kasihan kepada orang-orang sepertiku.

dalam kepalaku ada asem-asem, bayangan Sunan dan Tuhan
yang suka memberi makan.

Dem, siapa yang hajatan dan menghidangkan Kropohan?
aku sudah lama tak makan daging kerbau, sejak kerbau
yang kutunggangi mati di lahan padi, tujuh ribu jam dari sini,
dari denyut dan detak nadi. Jika tak dapat daging empuk itu,
rempah-rempah yang hampir sampah, berikanlah padaku.

Dem, aku ini pengembara, Rumi masih yang kucinta,
Wali masih yang kupuja, Tuhan juga tempatku rata dan menghamba.

Nasi Brangkos, Kepala Manyung, Sop Balungan, masih ada?
kuharap di surga segala yang selera di dapur orang-orang Demak
kembali ada. aku, aku adalah seseorang yang bernama Lidah Perasa

jika kau dengar suara perut gelegar,
itulah zikirku yang paling lapar;
harapan makan-makan bersama Tuhan.

Kubang Raya, 15 Oktober 2021

Dungu Lengang                    

seribu lengang berbaris dalam tubuh seseorang
seseorang itu tengah sungsang sembahyang
airmatanya bergoyang bagai pusaran jaran
di tengah banjir bandang kiriman siluman

seribu lengang berbaris dalam tubuh seseorang
baik kelekatu pun kekunang menyuri remang
di tubuhmu yang murahan, tanpa lampu lampu
kecuali bayangan keliru, misuh masai masa lalu

seribu lengang berbaris dalam tubuh seseorang
bayang kuntang menyeberangi jembatan arang
kaki kakinya mengejang, seperti sedang mengerang
luka memang sulit tenang di genangan darah miang

seribu lengang berbaris dalam tubuh seseorang
ibu, arwah dari rahim tak dikenal menjemputku
sukmaku terbang berbentuk kuntang mawar
seseorang mulai merapikan bau tubuh terbakar

2014 – 2021

Belajar Musnah

tak ada yang paling kuimpikan selain tersesat di kebun anggurmu G.
mereka tumbuh dari tumpahan liurmu. daunnya adalah debar jantung menawanmu.
akarnya adalah rahasia di antara tungkai pahamu. aromanya adalah peluh yang membunga dari mekar dadamu. bolehkah kupetik setangkai G, aku rela mabuk membangkai demi itu. kaulah anggurku G. kaulah anggurku. mendekatlah dan biarkan aku musnah.

Miral dj 2014

Namanya Angin 

namanya Angin, lahir di pucuk April yang kering.
benihbenih cinta yang ditanam. berbuah meski di luar musim

Lub, kecipak darahmu berkejaran di sana, aliran riang
merah kasih sayang

begitu nyaring suara azan, lebih nyaring suara Angin.
bayi lelaki bermata bening, pemijah rindu paling bening

namanya Angin, udara di sesak dadamu,
menjadi bunga di mekar cintamu, Lub

o, inilah perjalanan kasih, se-tubuh bayi bernama Angin
yang membuatmu bangga bunting.

di musim asing, kecuplah keningnya!
lewat doa paling batin.

April berlalu, namamu penanda kertap kenangan
cinta paling pualam. namanya Angin.

Apr 2012- Mar 2013 – Nov 2021

Topomini

Raden Patah menemukan perempuan muda cantik mahkota di dapur Sunan Ampel.
Sunan Ampel memberikan pita penghubung merah darah. jadilah Raden Patah
dan wanita muda, pemimpi anak-anak berlari di luas peluk mereka serta kedalaman
peluk agama sabda.

di sebuah hutan tumbuh bebatang gelagah, Glagahwangi,
kemudian ia tumbuh sejarah jadi tubuh Bintoro.

lalu Poerbatjaraka menunjuk dalemak, Hamka menggenggam dimak,
Wiryo mengambil kamus bahasa Kawi dipermakna hadiah juga pusaka.

kami yang lancong tak ingin pening, juga tak kuat mendiamkan hening,
kami yang cinta sejarah memilih bertanya kepada tetua,
kami yang abai sejarah sekilas mendengar asal mula .

tapak-tapak kami, terus menilas apa-apa yang terkunci dan terbuka,
dari sisa-sisa kesultanan raja Islam Indonesia abad 15.

salam orang-orang Islam di Jawa, salam orang-orang Islam di mana saja.
salam duhai yang menggenggam dan yang tak menggenggam agama;
izinkan kami tabur puisi ini dengan kata-kata yang kelak jadi peta.

Kubang Raya, 15 Oktober 2021

Sebentuk Ibu

sebentuk ibu jadi spons, jadi batu, jadi gugur daun.
saat spons, ia menyabuni diri, berbuih,
berlendir-lendir, mengusap piring bekas jengkol,
kepala patin basi, paha ayam berulat.

saat batu, ditokok-tokok si bisu, diam melulu.
si bisu kentut, batu retak, gurat-gurat aneh, berbau eek.

saat gugur daun, guntur ngelantur, bersama hujan jorok,
ke dalam sumur, air menguap seperti nanah borok,
ke situlah daun nyemplung. menyelam, menyeram.

Kubang Raya, 22 September – 4 Oktober  2021

 

 


Penulis:

Muhammad Asqalani eNeSTe. Kelahiran, Paringgonan, 25 Mei. Adalah seorang Youtuber di channel Dunia Asqa. Pemenang II Duta Baca Riau 2018. Alumnus Pendidikan Bahasa Inggris – Universitas Islam Riau (UIR). Mengajar Bahasa Inggris di Smart Fast Education, serta menjadi mentor Kelas Puisi Online (KPO) di bawah naungan WR Academy. Buku puisinya berjudul “doksologi” memenangkan sayembara buku fiksi, Komunitas Menulis Pontang – Tirtayasa (Komentar). Puisi-puisinya dimuat di media cetak dan online.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *