Puisi
Puisi Budhi Setyawan

Puisi Budhi Setyawan

Omne Vivum Ex Ovo
: louis pasteur

1/
bangun pagi sarapan nasi goreng
telur ceplok adalah kebulatan tekad
matahari mencair di dalam kepala anak sekolah
angin bilang akan jalan pelan pelan
karena lari tak akan mempercepat
putaran bumi ke hari esok

2/
jika belanja bisa bayar pakai telur
barter era modern
semua ada di telepon pintar
meski sebagian pengguna tetap dungu
mengeyel belagu

3/
saat seorang penyair tua bilang
mana telurmu
bisa jadi pertanyaan itu lebih tepat ditujukan
pada seorang penemu teori biogenesis
bukan pada anak muda yang kerjanya melamun
dan tak pernah digaji pemerintah

4/
: semua rindu berasal dari telur

Bekasi, 16 Oktober 2021 

Tengkarah

gerimis dari arah kota
baru saja tiba di sebuah puisi
ketika kau berniat mengabaikan
berbagai kata yang kau anggap
terlalu pemalas dan tak punya improvisasi
pada era disrupsi ini

aku terlambat sampai di pikiranmu
karena ada kemacetan parah
di rute penafsiran yang dikerubut asap
waswas dan fobia pada banyak variabel
yang hendak menyusun sebuah formula
persamaan dengan sedikit penyesuaian

larik larik awal tadi sedang bersiap bicara
untuk mengatakan hal tak penting padamu
bahwa waktu selalu kirimkan alamat
bagi fantasi yang memang nomaden
terus bergerak mencari pembebasan
di ambang latah kediaman

mari kita lanjutkan menyalakan negasi
agar terus hidup kutub keberadaan
sampai angan labas terbakar
sampai kita hilang dari kabar
dan dari balik persembunyian masing masing
kita lihat hujan puisi sedang memasuki kota

Bekasi, 20 Oktober 2021 

Apakah Aku Masa Depanmu

kau temui aku
di sebuah halaman buku
dan kau kedipkan mata
apakah itu awal godaan
atau kau tengah kelilipan?

kau belum makan bukan
tetapi kau begitu bernafsu
mengusap menjamah meremasku
seperti laparmu 3 x 24 jam
tapi kau malah penuhi rongganya
dengan bayang bayang percintaan

apakah aku memuaskanmu
atau sekadar penghibur di pangkal liang
ketiadaan yang hadir
dan berkata: betapa absurd hidup
hingga menyelamatkanmu
dari seutas putus asa yang memanggil
dan hendak menjeratmu

bukankah aku hanya sekumpulan kata
apakah demikian seksi bagimu
dan menggugah alam berahi
benarkah bernama hingga bermakna

kau belum katakan apapun
bahkan sampai kau menutup buku
maka biarlah aku tidur dipeluk pikiranmu
dan bolehkah kukirim lagi keingintahuanku
sebelum lelap menyergap

sejak kau kenal sajak sepertiku
adakah kemanisan hidupmu telah puisi
lalu apakah aku masa depanmu?

Bekasi, 6 Oktober 2021 

Pita Kaset

aku bagai pita kaset
tergeletak di rak berwarna kelam
tak terjamah matahari masa kini
meski ingin kulihat getar pancarnya
tapi kamar menyembunyikanku
dari jalur pergaulan hingga seperti pingitan
mempelai menjelang hari pernikahan, entah kapan

lumuran debu dan jalinan sawang
adalah sebagian bahasa isyarat
kusampaikan ke lingkar matamu
yang lebih dalam dari palung malam
dan berkali kubayangkan
jauh tersesat atau tenggelam
di ulir arus yang tak pernah bisa kuterka

aku hanya pita kaset
yang diputar dengan sebatang pensil
terus melaju di lapis lapis riwayat waktu
apakah aku mesti pura pura gembira
sementara tak ada suara yang keluar dariku
lalu dapatkah kauketahui
keadaan diriku saat ini

Bekasi, 7 November 2021 

Merayakan Cinta

kita bercinta
menjelma keliaran paling sempurna
atas nama keheningan suasana

kita terus bercinta
merayakan naluri kemerdekaan
atas nama dunia yang tak pernah ada

Bekasi, 7 November 2021 


Penulis:

Budhi Setyawan, atau Buset, lahir di Purworejo, 9 Agustus1969. Penyuka musik dan puisi. Mengelola komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Instagram: busetpurworejo. Saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *