Aktivisme Abinaya yang Lantang dan Berani

Pertama-tama, saya perlu menghindari penyebutan “penulis cilik” atau “penulis berusia 12 tahun” atau istilah-istilah semacamnya untuk Abinaya Ghina Jamela atau yang biasa disapa Naya. Ini perlu saya tekankan untuk menghindari bias ageisme dalam penilaian saya—dan semoga juga pembaca lain—terhadap karyanya, terutama buku berjudul ‘Kucing, Lelaki Tua, dan Penulis yang Keliru’ (Gorga, 2021) yang saya ulas dalam tulisan ini.

Amerika Latin dan Para Raksasa yang Tak Henti Digosipkan

Buku di tangan pembaca ini memuat enam belas esai matang seputar kesusastraaan, politik, dan sosio-budaya Amerika Latin. Dalam kata pengantarnya, Ronny Agustinus dengan rendah hati menyebut buku ini—di mana sebelumnya merupakan tulisan-tulisan yang pernah terpublikasi sebagai bahan ajar kuliah, konten web, dan konten blog pribadi—sebagai wadah coretan-coretan dia tentang salah satu minat utamanya.

Dhor!

Ruang tamu kuwi katon sepi. Lampu plenthon sing tumemplek blandar isih murub, ketang ora patiya padhang. Sajak setya ngancani wong lanang sing lagi turu nglipus ing kursi dawa. Ing meja sacedhake ana glathi gumlethak sing isih keleledan getih seger.   

Kitchen: Tentang Kesepian dan Upaya Menyembuhkan Luka

Kitchen menyapa pembaca Indonesia dengan proses penggarapan yang disiapkan masak-masak. Penerbitnya, Penerbit Haru, tampak mengerahkan kemampuan terbaik mereka dalam menghadirkan salah satu karya fenomenal kesusastraan Jepang ini. Melalui kanal sosial media mereka, mereka mengabarkan bahwa karya ini akan disuguhkan di hadapan pembaca tanah air, dan mereka pun mendapuk Ribeka Ota—penerjemah langganan karya-karya Haruki Murakami dan penerjemah untuk edisi bahasa Jepang dari novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan—sebagai penerjemahnya.