Cerpen
Lelikuan Hidup Jimmy

Lelikuan Hidup Jimmy

DARI sejumlah teman baik yang kumiliki sepanjang hayat, barangkali riwayat hidup Jimmy yang paling sarat lelikuan. Persahabatan kami telah berlangsung agak lama. Aku dan Jimmy teman satu kelas selama sembilan tahun mulai SD sampai SMP yang sama. Sejatinya kami tak memiliki banyak persamaan. Maka, kurasa aneh juga mengapa aku dan Jimmy bisa bertahun-tahun menjalani pertemanan yang karib, termasuk ketika kami tak lagi satu sekolah semasa SMA.

Karakter kami bahkan cenderung bertolak belakang. Jimmy adalah lelaki yang cukup cerewet, amat santai, terkadang usil, dan bisa akrab dengan sesiapa. Sementara itu aku sangat pendiam, cenderung serius, dan rada kurang pergaulan. Namun, sedari dulu nyatanya aku bisa membincangkan banyak hal mengasyikkan bersamanya.

Tentu tak selalu sejalan, perbedaan pendapat pun biasa belaka kami hadapi. Hubungan antara aku dan Jimmy mengalami pasang-surut, terutama sejak kami lulus SMA. Adakalanya kami masih saling bertandang atau bahkan bepergian bersama. Namun, sehabis itu bisa sekian masa berlalu tanpa saling berkabar sama sekali.

Jimmy pernah minggat dari rumah. Ia bahkan begitu saja meninggalkan kuliahnya yang telah berjalan hampir tiga tahun. Aku memang pernah mendengar keluhan Jimmy yang tidak suka jurusan yang ditekuninya, yang merupakan permintaan dari ayahnya. Dalam pelariannya Jimmy, bahkan dikabarkan sempat membawa lari seorang gadis.

Ibu Jimmy yang bercerita kepadaku ketika kukunjungi rumahnya, setelah cukup lama aku dan Jimmy tak saling menyapa. Betapa terkejut aku mendengar perihal itu. Tak kuduga, sahabatku bisa sampai hati melakukan hal senekat itu. Jimmy pernah menelepon ibunya bahwa ia tengah berada di Jakarta untuk bekerja di sebuah kelab malam.

Kami akhirnya berjumpa lagi setelah Jimmy memutuskan pulang ke rumah orangtuanya. Gadis yang sempat hidup serumah bersamanya di ibu kota sudah kembali ke pangkuan keluarganya. Mereka menganggap masalahnya selesai dan tidak akan meminta pertanggungjawaban apa-apa terhadap Jimmy.

Aku turut lega mendengarnya. Apalagi ketika Jimmy memutuskan akan memulai kuliah di tempat yang baru. Orangtuanya sudah menyetujui anak sulungnya yang berniat menuntut ilmu di jurusan dambaannya sedari dulu yang berkenaan dengan jurnalistik. Tak lama kemudian, Jimmy mengabariku akan menunaikan ibadah haji bersama ayah ibunya. Tampaknya telah terjadi transformasi dalam hidup lelaki yang kukenal sejak masih bocah itu.

***

Koneksiku dengan Jimmy kemudian sempat putus lagi. Sekian tahun kemudian kembali aku tercengang kala mendengar kabar dirinya telah memiliki anak. Kabar itu kudapatkan dari seorang gadis yang waktu itu sedang kusukai. Ia ternyata menyewa rumah di dekat tempat tinggal Jimmy.

Aku bergegas menemui teman lawas-ku yang memiliki rumah sendiri, berlokasi tepat di seberang rumah orangtuanya. Ternyata benar adanya Jimmy telah berkeluarga. Kujumpai pula istri dan anak lelakinya yang hampir setahun usianya. Lucunya, anak itu langsung bisa akrab denganku. Padahal menurut Jimmy dan istrinya, anak mereka biasanya tidak cepat beradaptasi dengan orang yang baru dikenal.

Sebelum menikahi kekasihnya, ternyata hidup Jimmy pernah begitu berantakan. Ia sempat terjebak dalam kebiasaan minuman keras berlebihan dan terlibat narkotika. Bahkan, ia pernah menjadi pengedar barang haram itu, kendati kecil-kecilan. Ia memutuskan berhenti setelah menyaksikan teman-temannya tertangkap polisi atau malah tewas karena overdosis.

Akhirnya ia justru terpanggil membantu polisi meringkus jaringan pengedaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya. Beruntunglah ia masih selamat dan tak sempat ditangkap. Untuk menghentikan kebiasaan buruknya, ia berupaya melakukannya sendiri di rumah. Hal itu dapat terwujud lantaran dukungan penuh adik-adik, kedua orangtuanya, dan perempuan yang baru dinikahinya. Sebagai calon ayah, ia menyadari mesti menjadi pemimpin dan tauladan yang baik bagi keluarganya. Aku ikut bersyukur melihat perubahan baik yang terjadi dalam hidup Jimmy.

Suatu waktu Jimmy meneleponku bahwa kakeknya baru saja tutup usia. Aku tak bisa langsung datang melayat dan baru bisa menemuinya beberapa hari kemudian karena kebetulan tengah berada di luar kota.

“Hal yang paling kusesali pada malam wafatnya kakekku, aku tengah mabuk-mabukan di rumah temanku,” ucap Jimmy di hadapanku dengan tatapan hampa.

Aku bergeming belaka karena percaya sahabatku bersungguh-sungguh dengan penyesalannya. Kendati sebenarnya sesaat aku sempat terkejut mengetahui ia masih saja menikmati minuman beralkohol hingga lupa diri. Aku jadi ingat, sebelumnya kami berdua pernah berkumpul bersama teman-teman lama dan menghabiskan waktu hingga tengah malam, tapi tentu saja tanpa satu pun minuman yang memabukkan. Aku dan teman-teman lainnya tersenyum simpul ketika ia memintaku melakukan sesuatu untuknya.

“Tolong ya, temani aku saat pulang nanti. Soalnya, sepekan lalu aku pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Jelas saja, istriku marah besar melihatku begitu lagi.”

“Wah, Jimmy ternyata anggota istikomah, ya?” celetuk salah satu teman kami.

“Apa itu istikomah?” tanyaku.

“Ikatan suami takut istri kalo di rumah. Hahaha…”

Kami pun ikut menertawakannya, sedangkan Jimmy sendiri menyeringai belaka tanpa bisa berkata.

Seusai kakeknya tiada, Jimmy mampu lebih menjaga tindak-tanduknya. Apalagi ketika ayahnya pun padam nyawa, sekitar dua tahun sehabis kakeknya meninggal dunia.

“Aku sadar, sekarang tanggung jawabku bertambah berat. Sebagai anak lelaki tertua, mesti bisa kujaga Ibu dan kedua adik perempuanku baik-baik. Tolong ya, doakan aku agar bisa menjalani takdir ini.”

“Tentu saja senantiasa kudoakan sahabatku agar mampu melakukan hal-hal yang lebih apik dalam hidupnya,” sahutku yang terharu menyaksikan Jimmy mampu berkata demikian.

***

“Sebenarnya aku pernah berselingkuh dengan teman kuliahmu itu,” kata Jimmy suatu petang, kala sedang bertandang sendirian ke rumahku.

“Hei, kamu itu serius atau bercanda belaka?” tanyaku.

“Serius. Tapi, itu sudah lama kok, waktu anakku masih satu.”

Kembali aku tak menyangka apa yang dilakukan Jimmy. Ia memang pernah sekilas bercerita menyukai teman kuliahku sewaktu masih belum menikah. Ternyata mereka bertemu lagi setelah keduanya melepas masa lajangnya dan malah sempat menjalani hubungan asmara terlarang.

Namun, menurut Jimmy, kisah itu berlangsung sekejap semata dan sudah lama berakhir. Ia menyadari kebodohannya dan tak mau lagi mengkhianati kesetiaan istrinya di masa mendatang. Sang istri pun telah memaafkannya, biarpun sempat terjadi prahara dalam rumah tangga mereka.

Begitu beragam hal mengejutkan dalam kehidupan Jimmy akhirnya membuatku menanggapinya biasa belaka. Sudah cukup lama kami tak berjumpa, barangkali terakhir hampir setahun lalu. Entah bagaimana kabar Jimmy, kira-kira bakal ada kejutan apa lagi, ya? Kuharap ia bersukacita menjalani hidupnya bersama pasangan jiwanya nan setia dan ketiga buah hatinya. []


Penulis:

Luhur Satya Pambudi lahir di Jakarta dan tinggal di Yogyakarta. Cerpennya pernah dimuat di sejumlah media cetak maupun digital. Kumpulan cerpennya berjudul Perempuan yang Wajahnya Mirip Aku (Pustaka Puitika).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *