Puisi
Puisi Miftachur Rozak

Puisi Miftachur Rozak

Menunggu Maria di Sabana

Maka dengarkan kisah sabana.
Sebab malam-malam kuhabiskan berdansa dengannya.
Melewati angin, pohon-pohon akasia, batu-batu mulia,
serta desir-kepak sayap malaikat.

Di bibir rumput dan perdu,
aku tinggalkan setetes keringat dingin,
dan cukup wangi melebihi kasturi.
Serta, aku tinggalkan pula jejak kakiku di bawah palam.
Mungkin engkau takkan percaya,
dan kau menganggap hal ini bualan saja.

Pergilah ke padang sabana sekarang juga Maria.
Biji-biji genitri yang sempat kau kirimkan padaku, 
kini sudah kurangkai sebagai zikir.
Dan beberapa biji aku sisakan untukmu.

Barangkali kau mau merangkai,
membasuhnya dengan narwastu, 
dan mengikatkan ke tanganku.
Pada jadwal yang sudah kita sepakati,
berdansa dengan segala zikir dan doa.

Jombang,  2022

Nukilan Bukit Golgota

Bermula dari minyak narwastu, aku menekunimu.
Kau lahir sebagai Iskariot, 
yang pandai bersilat lidah mengabaikan amanah.
Iblis telah membimbingmu menuju jalan kematian,
yang tak banyak orang tahu asal musababnya.

Sementara Isa terbang ke langit menjumpai Rab-nya; 
meninggalkanmu di Gestemani.
Hingga kau sempoyongan tersalip di bukit Golgota.
Darahmu mengucur; rupamu samar tak ada yang tahu.
Kaupun meratapi ulahmu sendiri, pada kepala yang dilingkari duri.

Oh,  Yudas!
Andai saja sayap-sayap Jibril dikepakkan untukmu, 
dan kau mengetahui atas kebenaran Isa.
Alangkah menyesalnya engkau.
Mungkin saja,  hari yang penuh persaliban itu takkan pernah terjadi,
jika engkau tak memenuhi hasrat serakahmu.
Dan mungkin saja,  mayatmu sewangi narwastu.

Desember,  2021

Tamsil Sungai Nil

:Sheeina      

Kita sepasang anak sungai di segala dimensi,
melewati perjalan panjang yang tak terbatasi.

Sebelum Khartom mempertemukan .
Tanzania adalah detak jantungku bermula,
merakit perahu di tepi Jinja, sebagai takdir tamsil kita.
Sementara engkau merapal doa-doa, di bibir Tana_Ethopia.

Andai saja, bulan tak tidur malam itu.
dan ribuan kunang-kunang berkerumun menyambut.
Mungkin, kita akan terlambat menyeberangi Khartom.
Sebab, para iblis selalu membuntuti, mengikrarkan segala surga,
yang dibisikkan di sela detak dan asmara.

Perjalanan kita masih teramat panjang Seheeina.
Di ujung sana, Laut Mediterania menunggu.
Surga segala peradaban bermula, 
dan kisah-serta kasih diabadikan: sebagai kisah perjalanan.

Maka, tak usah pedulikan suara-suara itu,
yang menghambat laju perahu.
Hingga kita tenggelam dalam Jahannam, sewaktu-waktu.

Jombang,  2022

Memetik Jambu Jamaika

: Rada

Lihatlah Rada, langit swastamita sudah semerah jambu jamaika,
yang sempat kita petik di kebun nostalgia.

Beberapa memorabilia datang menghampiri kita: prosa, puisi, maupun janji.

Sebenarnya, yang pernah aku ceritakan padamu bukan sekadar prosa belaka; namun usahaku untuk mendapatkanmu seutuhnya.

Dan puisi-puisi yang aku bacakan di bawah pohon jambu itu, adalah murni untukmu, sebagai jaminan serta janji pengganti cincin yang kelak aku sematkan untukmu.

Rada, hubungan kita nyaris seperti puisi:
kadang tiba-tiba datang serupa ilham,
kadang harus kita cari dan kita dekati
di sela-sela tumpukan kata dan teka-teki.
Namun, kita harus tetap yakin. Bahwa semua yang kita tanam, pasti kita pula yang menuainya. Seperti halnya sore ini, kita memetik jambu berdua, setelah beberapa tahun menanam dan menyiramnya.3

Selanjutnya, aku pasrahkan semua padamu. Sebelum ranum, dan lenyap bersama pekat swastamita.

Jombang, 2022

Dilema Seorang Penyair

Telah kutinggalkan kau sendiri
di ranjang bambu reot menunggu mati.
Kau bilang sendiri, sebentar lagi

malaikat maut bertamu malam ini
membawa beberapa bidadari
yang berbau kasturi.

Kau juga bercerita
bahwa kematian adalah hal yang lumrah
tak usah disiapkan dengan segala upaya
sebab, segalanya adalah kehendak
yang tak bisa ditawar dengan kata “Tidak”.

Akupun belum yakin, jika engkau bakal kuat
lepas dari tubuhmu yang penuh khianat
sebab, masih banyak puisi yang tersesat
oleh ulahmu sepanjang hayat.

Telah kutinggalkan kau sendiri
menunggu mati bersama puisi.
Bukan aku tak peduli
namun, aku tak sanggup melihatmu pergi
meninggalkan jasadmu malam ini.

Jombang, 2021

Mesin Jahit
:Kepada Zahra

beberapa benang yang dipasang
adalah aku yang siap menjahitmu

sebelum runcing jarum
menusuk-nusuk jantungmu

dan roda mesin jahit yang berputar
tak berhenti mengingatkan
segala sesuatu
tentangmu

kemudian, segala hal divermak
agar lebih pas dan nyaman
ketika kau pakai,  dan aku
terjahit di hidupmu.

Oktober, 2021


Penulis

Miftachur Rozak, Tinggal dan lahir di Jombang, 03 Februari. Selain menyukai vespa, ia juga gemar menulis puisi bersama teman-teman di KPB. Sedikit karyanya tersiar di media dan beberapa antologi bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *