
Puisi Faris Al Faisal
MENCIPTA SAMUDRA WARNA
Kausiapkan cangkir-cangkir keramik, menuang laut/
mencipta samudra warna yang hangat, menceritakan
perjalanan hiu, daun teh, & melati, lalu menghadirkan
telenovela di meja – kau memberitahuku jam tayang
& waktu yang banyak, menyingkirkan telepon genggam
& hal-hal yang mengganggu hari baik ini, benar, akan
kita tonton acara TV, sofa yang sensual … benar-benar
menyukainya/kau membuat sajian cerdas & mengambil
anasir memikat, tertawa bebas tanpa sedikitpun luka,
sudah berlangsung lama, lama
jam memutar banyak kenangan
yang lupa, yang hilang
& ingat kembali
datang lagi,
bermain di lapangan jiwa, ke tengah
ke sudut-sudut yang sunyi
membuka rak, lemari – kumpulan foto
yang tak kutahu
susah payah kausimpan
sebagaimana melupakannya
dalam banyak warna, memantul marun ditimpa matahari sore
tubuh-tubuh yang mencelupkan diri
mengambil bunga laut
Indramayu, 2021
DUA PINTU LAUT, DUA JENDELA LAUT
Dua pintu laut, dua jendela laut: aku masuk & melongok
melihat nelayan memetik bunga & ia berikan pada ikan,
keajaiban dalam damai/satu keadaan yang mulai langka,
sementara tukang kebun mendapatkan paket buku puisi,
larik-larik merebut barisan sayur & buah, keindahan tak
terelakkan – bunyi rima terdengar pada aliran sungai &
suasana akrab membangun instalasi, kebebasan, jalan
kecil yang menghubungkan mimpi … terusan yang kau
buat mempertemukan kapal dari benua-benua, isyarat
telah bertemu humanis,
aku meniup saksofon
lebah memeluk mahkota bunga
bunyi ringtone HP terdengar merdu
memanggil nurani
pesan yang kausisipkan pada kata
tak ada dusta/derita
aku rasa angin mendorong sejuk
bagai mata gadis
menatap rindu
kekasih di ujung muara
& kebaikan milik semua
milik aku
& kau
demikian seharusnya.
Indramayu, 2021
HEKSAGRAM
Dari lubang heksagram kauperhatikan matahari terbenam
& bintang-bintang sebentar lagi lewat, kebesaran semesta,
pengaruh bukit yang dingin/di malam hari, mengerutkan
kulit & gigil menjalari tubuh, seorang ibu baru saja selesai
meninabobokan anaknya: nyanyian perang – cerita perang
belum lama usai, & musik apa saja yang tinggal kini diputar,
di luar/di bawah jendela dengan 3 lubang pelor menyisakan
luka & duka, cinta di masa muda yang dihilangkan serdadu,
seolah jiwa dibawa ke tempat yang jauh
kesepian melayap
menyerap kekosongan
ungkapan yang menyedihkan
pada sunyi langit Gaza
mengurai teleskop di mata
potongan mimpi yang terbang
melayang
jatuh entah di mana
mengikuti arahan angin gurun
yang menyapu
tapi riwayat masih jalan terus.
Indramayu, 2021
PAKAIAN-PAKAIAN YANG TERGANTUNG
Kemeja-celana yang kugantung dengan ceroboh itu terjatuh,
milikku yang memberi kehormatan dari ketelanjangan, lepas, &
jalang sejak mula, pada lain hari kupakai/bunga-bunga harum
tercium eksotis, buah kerja perempuan yang kini kulihat asyik
bermain dengan si bungsu, tak banyak kata, sungguh manis, &
begitu menghargai pakaian, aku menyebutnya capaian cinta,
setelah menjemur di bawah kanopi
perlindungan dari hujan & matahari
musim-musim berlari
tapi kasihnya tak ke mana-mana
kerasan di rumah
di antara semilir angin pagi
terbangun dengan gembira
menerima pelukan
hangat
melebihi kekasih.
Indramayu, 2021
GERIMIS PERAK
Tengah malam: gerimis perak bahkan tak terelakkan di sudut kota
& semua mengalir jadi anak-anak sungai (bening, hening, asing)
& gonggong anjing mengirim misteri & kisah-kisah lampau,
aku mencari kaset pita & memutar kumpulan lagu nostalgia, cuma
mengumpulkan keping hati/jiwa –
yang sakit, tergigit/
saat kau pergi & tak kembali.
Indramayu, 2021
LUPA
Kirim padaku sebongkah kenangan,
aku mungkin lupa
& un
tuk sekian kali aku akan memeras-meras ingatan, sari pati air
itu menetes pada bejana & sebuah kaca memantulkan bayangan
yang silam, yang lama, mengapung diam-diam dari tidurnya
& di hari kebangkitannya – aku merasa begitu dekat 100% ingat,
karena bukan aku lupa tapi telah berdamai dengannya & kau.
Maka meluap lautku,
naik sampai mata,
& perih.
Indramayu, 2021
Penulis:
Faris Al Faisal, lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Pada “World Poetry Day March 21” menuntaskan 1 Jam Baca Puisi Dunia di Gedung Kesenian Mama Soegra Dewan Kesenian Indramayu (2021). Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika dan mendapat Piala bergilir Anugerah RD. Dewi Sartika, Bandung (2019), mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018).
Gua kalo udah baca2 puisi paling ga doyan, tapi baca puisi ini ko berasa yah..
Keren puisinya.