Resensi Buku
Adakah Akhir Bahagia di Dunia Penerbitan?

Adakah Akhir Bahagia di Dunia Penerbitan?

Judul               : Kumpulan Dongeng untuk Penulis(Cuentos de hadas para escritores)
Penulis             : Lawrence Schimmel
Alih Bahasa     : Ronny Agustinus
Penerbit           : Marjin Kiri
Cetakan           : Pertama, Maret 2022
Tebal               : vi + 38 halaman
ISBN               : 978-602-0788-27-2

Melalui dongeng-dongeng klasik dunia, Lawrence Schimmel menyodorkan realitas lain dari jagat penerbitan yang selama ini banyak dipandang sebagai proses produksi yang teknis. Tidak sesederhana naskah disodorkan-penerimaan-penyuntingan-percetakan-lalu buku akan jatuh ke pangkuan pembaca. Schimmel mengejawantahkan realitas yang jarang disadari bahkan terlupakan dari sisi gelap penerbitan. Ia mewanti-wanti para (calon) penulis agar tidak terbius.

Tiga belas dongeng yang banyak dicomot dari buku Hans Christian Andersen dan Grimms Brother digarap cerdas oleh Schimmel dalam buku setipis 38 halaman. Buku yang sangat mungkin dilahap dalam sekali duduk. Namun, gema panjang yang tersisa dari buku ini barangkali akan membuat pembaca merasa telah melahap buku berdaging tebal. Kepiawaian Schimmel dalam mereproduksi dongeng-dongeng klasik tidak kalah seperti saat kita mendengarkan dongeng sebelum tidur, mengingatnya esok hari, lalu memikirkannya sebagai sesuatu yang menakjubkan. Sebagai catatan, saya tidak akan menukil apa pun dari buku Schimmel ke dalam tulisan ini. Sebab mencuil sedikit dari jumlah halaman yang ada mungkin akan mengurangi kenikmatan pembaca dalam mengecap buku ini.

Lepas membaca buku ini, saya kembali menyadari bahwa dalam belantika penerbitan, persoalan gelap-terang nyata ada, baik yang saya alami maupun sekadar saya ketahui. Sebagai orang yang baru melangkahkan kaki ke dunia tersebut, buku ini menyisakan gema yang mengekori kepala saya. Ia menjadi wejangan yang tidak mentah-mentah menggurui. Buku ini adalah peta yang perlu kita pikirkan sendiri.

Dua dongeng pertama memberikan kesan yang dalam bagi saya: Putri Duyung (hlm. 1) dan Kerudung Merah (hlm. 4). Ia bicara soal kerentanan penulis pemula akan tipu daya oknum tertentu. Jika kita adalah penulis mula, publikasi adalah janji manis yang menggiurkan. Tentu saja setiap penulis ingin karyanya diterbitkan, ini adalah mimpi yang wajar. Sayang sekali, tetapi oknum yang keji lebih dulu melacak mimpi tersebut sebagai barang tunggangan.

Seorang penulis mula bisa amat mempercayai penulis senior, mengagungkan gaya ceritanya, mengikuti setiap wejangannya. Banyak yang tidak sadar telah terlalu jauh mengikuti jejaknya dengan harapan sukses besar hingga mereka tidak menyadari telah kehilangan identitas kepenulisannya sendiri. Ironisnya, keduanya boleh jadi tidak saling menyadari sebagai pihak termanipulasi dan yang memanipulasi.

Atau, manipulasi penerbit gurem yang marak belakangan dalam wujud lomba menulis atau event penulisan antologi. Mereka berbondong-bondong meluncurkan pamflet yang mencantumkan ketentuan “wajib membeli buku sebagai wujud  apresiasi karya sendiri”. Tidak ada yang salah soal apresiasi karya sendiri sampai kita menyadari itu hanyalah mantra penerbit untuk menjual buku sebanyak-banyaknya, meraup keuntungan setinggi-tingginya dengan cara memperjualbelikan mimpi para penulis.

Kemudian melalui dongeng Putri Tidur dan Putri Salju, Schimmel menunjukkan dua tipe penulis mula: yang lemah dan yang kuat. Akan ada saat dimana penulis bersandingan dengan kritik tajam dan keras. Maka dua dongeng itu adalah konsumsi yang tepat: apakah kita memilih menelan racun atau lanjut bertualang bersama para kurcaci. Pilihan kedua tentunya mengarahkan pada trayek yang lebih panjang dengan banyak tantangan.

Suatu penyusunan yang sistematis dengan menempatkan empat dongeng tersebut di awal. Sembilan dongeng berikutnya—dari Cinderella hingga Jack dan Pohon Buncis—adalah trayek yang panjang dan wujud dari tantangan-tantangan itu. Lantas, bagaimana ujung dari trayek itu—apakah ia sesuram permulaannya?—penulis perlu menjadi pembaca buku ini untuk menemukan jawabannya.

Pada akhirnya, saya tidak mampu menunjukkan kekurangan buku ini selain jumlah halamannya yang sangat sedikit. Namun nyatanya, jumlah yang sedikit tidak menafikkan ketebalan muatan buku ini. Selain itu, langkah Schimmel ini sejatinya cukup menggugah untuk mengolah dongeng klasik Nusantara untuk diplesetkan pada realitas-realitas lainnya. Akhir kalam, buku ini tidak berhenti menjadi nasihat, tetapi juga menjadi inspirasi menulis. []


Penulis:

Sarirotul Ishmah, mahasiswi semester akhir Sastra Indonesia di UNS. Lahir dan tumbuh di Tuban. Terbuka untuk beragam obrolan, dapat ditegur via instagram @ish.mah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *