Puisi
Puisi J. Akit Lampacak

Puisi J. Akit Lampacak

Memoar Marina Tsvateva

Demikian romansa itu berlangsung
Memasung dada yang penuh oleh cinta
Hari-hari cuma tahu cara berganti baju
Dan Mandelstam merabai sunyi
Menampih seracik ilusi.

Ia lihat keluasan katedral Kremlin seputih kangen
Ada desau yang menyergap kilau nion-nion
Dari sepasang rasa yang tergambar di dinding malam
Ada sisa senyap musim gugur dan butir-butir salju
Yang mungkin esok segera berlalu.

Tapi malam itu meninggi
Kau catat segala yang datang dan menggigil
Sebelum pagi datang pada tirus ranting-ranting.

Waktu pun menjalar
Kau rasa oasis cinta telah mencair
Yang jadi saksi terakhir hanya senyuman
Mengalir lalu hilang di kedalaman.

Namun di daksina langit Moskow
Selalu kau jumpai dongeng dan bekas air mata
Yang memapah kata kerja
Ketika di langit mendung terputus-putus
Dan sebuah sajak merekah
Berkawan debu
Berjalan di sepanjang bayang yang dungu.

Sumenep,2022

Pada Sebuah Panggung di Tahun 1921

Marina Tsvateva
Telah mereka sembunyikan kecantikanmu
Lewat bunyi yang rapih
Seperti riang nada angin
Memasuki pori tubuh
Pada siang yang tumbuh.

Gemersik daun itu,
Ya. Gemersik daun itu
Yang merawat detik berputik
Dengan sajak berbintik tonal.

Lewat basah bibirmu
Kata-kata keluar beralas metrum
Begitu hilang jejak sunyi,
Hujan dan mimpi pagi
Berkilau di dedaunan.

Tapi kau tetap tenang
Di jantungmu musim gugur masih bernada dingin
Ketakutan bersuara lewat lambai
Dan mental tumbuh bagai benalu
Yang tak malu walau harus bergantung.

Sumenep,2022

 

Potret Amfitrit

Dalam gelap berdiam bulan yang runcing
Sebuah wajah berkilau pada deras alir sungai
Menyapa batu-batu,
Mudik ikan-ikan terus berjalan
Menelusuri metos di suatu tebing yang dingin.

Mungkin sungai tak pernah punya masker
Bening wajahnya selalu kelihatan anyar
Di antara bimbang dan sadar.

Di situlah Amfitrit berdiam
Berharap yang sampai pada laut
Adalah peristiwa yang tercipta dari doa.

Kemudian kami tulis sungai lagi,
Air yang entah kemana hendak mengalir,
Kami tulis kehendak pada lumut
Sebagai ajimat para pelaut
Ketika jejak ombak tersenyum
Pada lembut pasir,
Pada kelam yang kehilangan malam.

Sumenep,2022

Kepada Anna Akhmatova

Anna, setelah cahaya kecil ­­­­_dari mataku 
Pada matamu_ jadi tonal yang riang
Telingaku mendengar bisikan hidup
Dari kekuasaan yang tak pernah cukup.

Aku harap kelak di ingatanmu
Ukiran sajak jadi tabernakel
Tempat kangen bertubuh lemak
Kemana pun wajahmu berguling
Tataplah hidup serukun hening:
Menulis syair-syair di lidah gelap,
Di sebuah ranjang tampa bantal dan guling.

Barangkali kau perlu melupakanku.
Carilah lelaki tua yang lebih panjang umurnya
Adukan padanya tentang kejahatan Cheka
Agar cintamu padaku
Tak patah tangkainya.

Jangan biarkan tangismu retak, Anna
Karena di kuburku tersimpan tangkorak
Yang merawat telur cinta kita,
Jika ada waktumu berdoalah
Pinta saja kebahagian pada Tuhanmu
Supaya tak ada lagi jarak dalam waktu.

Sumenep,2022

Memoar Stefan Zweig

Semalam gerimis membaca tangis sajakku
Dan berpuluh air mata membiru
Sunyi beku,
Dalam pelukan waktu

Dalam pengasingan ini
Cahaya meredup di sudut Rio De Janeiro
Di desa Noiva tumbuh kata-kata,
Perlahan mengaliri kamus tua
Yang entah kapan akan dibaca.

Lalu di antara purnama dan bintang
Mekar suara kecil rumput liar
Ketika basah daun-daun
Tak lagi menceritakan cericit burung.

Lalu ada aku
Di bawah kemuning
Sekedar melirik kali yang datang
Mencium dan mencatat kembali hujan
Pada diriku yang mungkin hilang.

Sumenep,2022 

Mengenal Cinta

Tentang Nikolay Gumilyov dan Anna Akhmatova

Aku temukan sebagian kenangan terhanyut banjir
Plastik dan sampah selalu dirahasiakan selokan
Keruh kecantikanmu tumpah dalam bayangan sepanjang hujan.

Jika gerimis tak kunjung reda
Jejak cinta akan jadi halimun
Rabun di setiap pagi membuka musim gugur
Kita simak bagian yang hilang dari keresahan daun-daun
Semisal bayangan larut dalam tiup angin ketujuh
Kemarau menitipkan cericit rindu pada burung.

Demikian kau dengarkan,
Berita kelasik yang hanya beda topik
Dari musim ke musim tak pernah cerdas
Seperti rindu yang lepas.

Sesungguhnya pada setiap jejak cinta kita
Datang kalimat-kalimat tak berharkat
Yang sering kita temui pada angin dan hujan
Atau dingin di penghujung kemarau.

Sumenep,2022

Hari Terakhir Di Cherdyn

Osip Madelstam 

Telah Kau jumpai kematian itu di Cherdyn
Mengharap belas kasih dari dunia
Agar luka lumayan tentram dalam hidupmu
Tapi sayang maut tak bisa dirayu,
Tak bisa lagi diajak jalan di hari Minggu.

Tak mampan alasan membela kebenaran,
Tuhan tetap memilih menyiksamu
Mungkin Kerena kau sadar
kematian bukan dendam kehidupan.
Untung saja Tuhan tetap bijak,
mengirimkan Bukharin
Untuk menyelamatkanmu dari kecemburuan Stalin.

Sumenep,2022

Menulis Osip Madelstam

Suaramukah itu?
Yang asing di Gunung Ural
Berkenalan dengan jerit burung-burung
Menulis sedih hari-hari
Sebelum getar sunyi pada tubuhmu
Tergelincir ke tengah tangis matahari.

Sumenep,2022


Akit Lampacak, nama pena dari Moh. Wakit lahir 3 Mei. Mahasiswa IST Annuqayah, Guluk-Guluk Sumenep Madura jurusan Teknologi Informasi, Sekarang Aktif di Komunitas Lesehan Sastra Ponpes Annuqayah. Tulisan-tulisannya telah tersiar di pelbagai media cetak dan online.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *