Resensi Buku
Seni Menjalani Hidup Penuh Aib

Seni Menjalani Hidup Penuh Aib

Judul               : Gagal Menjadi Manusia (Ningen Shikkaku)
Penulis             : Dazai Osamu
Penerjemah      : Asri Pratiwi Wulandari
Penerbit           : Penerbit Mai
Cetakan           : Sebelas (Tahun 2021)
ISBN               : 978-623-7351-30-6

Hidupku penuh aib. Begitulah sepenggal kalimat yang mengawali catatan perjalanan sang tokoh utama dalam novel ini. Ia menyelamatkan diri dengan lawakan untuk menipu dirinya sendiri dan orang lain, sengaja membuat kesalahan agar orang lain dapat menertawakannya, serta dengan tekun terus berpura-pura untuk tampak naif di hadapan orang lain. Teman-temannya mengenalnya sebagai pemuda yang baik. Wanita-wanita di sekelilingnya memandangnya sebagai sosok yang tulus dan penuh perhatian. Semua itu dia lakukan hanya agar dirinya dapat diterima dengan baik di tengah-tengah lingkungan yang maha denial. Sebuah keputusan keliru yang membuatnya gagal menjadi manusia.

Gagal Menjadi Manusia atau yang memiliki judul asli Ningen Shikkaku ini merupakan sebuah novel yang ditulis oleh sastrawan klasik, Dazai Osamu pada masa Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 1948. Karya sastra Jepang klasik ini pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Inggis dengan judul No Longer Human dan memiliki ketebalan 271 halaman. Sedangkan versi terjemahan Bahasa Indonesia pertama kali dicetak pada tahun 2020 dan diterjemahkan oleh Asri Pratiwi Wulandari.

Cetakan berbahasa Indonesia ini mengalami penyusutan dalam jumlah halamannya, yakni hanya terdiri dari 156 halaman. Hal ini masih dipandang wajar karena mengingat struktur gramatikal Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia itu sangat berbeda. Terlebih penggunaan aksaranya pun jelas berbeda. Kepiawaian Dazai Osamu meramu kata-kata berpadu dengan kemampuan luar biasa Asri Pratiwi Wulandari dalam mengalihbahasakan Ningen Shikkaku ke dalam Bahasa Indonesia membuat buku ini berhasil naik cetak hingga sebelas kali pada tahun 2021. Kata demi kata disusun dengan apik serta terdapat footnote sehingga tidak sulit untuk memahami maksud keseluruhan isi ceritanya.

Novel ini menceritakan tentang seorang pemuda aristokrat bernama Oba Yozo. Sepanjang hidup ia tidak pernah menghadapi kesulitan yang cukup berarti. Oba Yozo kerap mendapatkan pertolongan dari keluarga, teman, hingga wanita-wanita yang ditemuinya. Bahkan, ia sama sekali tidak tahu bagaimana sensasi dari rasa ‘lapar’.

Hanya saja seingatku, aku tak pernah makan karena lapar. Aku makan makanan yang kelihatan langka. Aku juga makan makanan yang kelihatan mewah. (Hal. 15)

Sejak kecil, aku sama sekali tak dapat memahami kesulitan apa yang sedang manusia hadapi atau apa yang mereka pikirkan, bahkan terhadap keluargaku sendiri. (Hal. 18)

Dapat dikatakan bahwa tokoh utamanya merupakan seseorang yang terlahir dengan sendok emas dan segala kemudahan sebagai bonusnya. Akan tetapi, justru di situlah letak konflik batin yang dialaminya. Tokoh utama menjadi kesulitan menunjukkan watak aslinya pada orang dan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, tertekan, gelisah, tidak pernah membantah orang tua, tidak pernah menolak pemberian orang lain sekalipun dirinya tidak menyukai pemberian tersebut, juga tidak mampu menolak permintaan orang lain.

Aku juga tak pernah membantah ucapan orang tuaku. Omelan kecil saja terasa menggelegar, sekeras petir yang menyambar, dan rasanya bisa membuatku gila. Karenanya aku pun tidak bisa membantah maupun berkilah. (Hal 19)

Ini bukan kali pertama saya membaca karya sastra Jepang, tetapi ini pertama kalinya saya membaca karya Dazai Osamu dan langsung dibuat sesak napas dengan konflik internal tokoh utamanya. Dibandingkan dengan Haruki Murakami yang juga sama-sama senang menyuguhkan aura kelam dalam karya-karyanya, Dazai Osamu justru cenderung realistis. Dazai Osamu berhasil menciptakan karakter tokoh utama yang sangat manusiawi dan jauh dari kesan surrealisme sebagaimana yang kerap hadir dalam karya sastra Jepang lainnya.

Sosok yang di dalam dirinya melekat predikat ‘orang baik’ nyatanya hanyalah kamuflase. Hidup di atas angin tidak lantas membawanya ke surga tetapi justru terjun bebas ke neraka: gagal menjadi manusia, lantas menjalani hidup penuh aib. Ia menjadi seorang pemabuk, suka bermain perempuan, kecanduan obat-obatan, terkena TBC, bahkan nekat melakukan percobaan bunuh diri hingga beberapa kali. Aksi percobaan bunuh diri ini pun malah menyeret teman kencannya bertemu malaikat maut. Meskipun tidak menampilkan sisi kevulgaran secara eksplisit, akan tetapi sebaiknya novel ini diberi label 18+ agar memudahkan pembaca dalam memilih bahan bacaan, terutama bagi pembaca yang tergolong usia dini.

Sampul novel ini didesain secara sederhana dan menarik. Terdapat gambar pemuda tengah duduk bertekuk lutut yang merepresentasikan budaya seiza di Jepang. Kemudian disusul gambar yang menjelma menjadi sesosok manusia absurd dengan jarak antara lutut dan tangan saling berjauhan dan postur tubuh membungkuk khas orang Jepang. Ilustrasi tersebut selanjutnya membentuk judul buku ‘Gagal Menjadi Manusia’ yang ditulis melengkung, huruf-hurufnya berjajar ke bawah sehingga tata letaknya sekilas menyerupai cara penulisan huruf kanji. Pada bagian kata pengantar novel ini dijelaskan bahwa besar kemungkinan tokoh utamanya (Oba Yozo) merupakan penulisnya sendiri mengingat terdapat similaritas latar belakang kehidupan keduanya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa novel ini termasuk dalam kategori novel semi-autobiografi.

Novel ini terbilang sangat tipis tetapi syarat makna dan pesan moral yakni diri sendiri adalah faktor penting dalam menentukan terjadinya kegagalan dalam hidup, lalu disusul orang lain setelahnya dan bukan sebaliknya. Mencoba meraih kenyamanan dengan berpura-pura menjadi orang lain menurut saya adalah tindakan paling amoral terhadap diri sendiri. Tindakan ini jelas mencederai perasaan yang mengalaminya. Akan tetapi, saat membaca buku ini dan merasa hampir mati di tengah-tengah, tolong jangan berhenti! Baca sampai selesai! Semoga kalian sama seperti saya. Tidak menangis, tapi terguncang.[]


Penulis:

Jein Palilati (Kekin). Seorang pecandu buku yang setia pada sastra tapi lebih setia sama kamu. Instagram @kinkekin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *