Lelaki yang Memeluk Bulan
Malam menggerayangi. Lelaki itu terjaga. Ia baru saja memeluk bulan dalam mimpi. Tubuhnya beranjak dari tempat tidur. Kakinya bergerak menyeret sandal jepit.
Malam menggerayangi. Lelaki itu terjaga. Ia baru saja memeluk bulan dalam mimpi. Tubuhnya beranjak dari tempat tidur. Kakinya bergerak menyeret sandal jepit.
Dalam salah satu wawancara dengan DW Indonesia, sastrawan kawakan Indonesia Martin Aleida pernah berujar, “Saya cuma punya satu sikap, bahwa sastra itu harus berpihak kepada korban.” Sikap Martin itu termaktub dengan jelas dalam karya-karyanya yang banyak bercerita tentang nasib nahas yang menimpa korban tragedi 1965.
Hujan bahagia basahi tenda putih biru persegi itu. Semua orang bungah. Pagar ayu telah siap dengan gaun maron dan bunga tempel di kerudung, para tetangga sigap membantu ke sana-sini, dua hansip berkumis kelabu membenahi sabuknya siap berjaga.
Hidupku penuh aib. Begitulah sepenggal kalimat yang mengawali catatan perjalanan sang tokoh utama dalam novel ini. Ia menyelamatkan diri dengan lawakan untuk menipu dirinya sendiri dan orang lain, sengaja membuat kesalahan agar orang lain dapat menertawakannya, serta dengan tekun terus berpura-pura untuk tampak naif di hadapan orang lain.
Telah purna hingar kota menjelma kesunyian.
Pada sepat mata kita yang lebam—usai dibuahi malam—
masihlah kantuk; begitu tulus mengelus pelupuk.
TRANSENDENSI menjadi bagian obsesi penyair. Transendensi merupakan salah satu pijakan daya cipta, yang mengalirkan puisi hadir ke hadapan pembaca mutakhir. Puisi-puisi Kiki Sulistyo sengaja menyingkap tabir transendensi yang menyelubungi kultur kehidupan sehari-hari ke dalam puisi-puisi bernas dengan kekuatan kontemplasi diksi.
Lengan kekar secara reflek mengayun ke arah pipi gadis muda itu. Sontak, si gadis terduduk memegangi pipinya yang panas. Air matanya menggenang menahan sabak yang meruak. Namun demikian, hatinya lebih gusar menerima perlakuan kasar dari laki-laki itu.
Gradasi besar perbedaan antara cerpen dan novel menurut Burhan Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi terletak pada formalitas bentuknya yang jelas lebih panjang dari cerpen. Sesuai dengan namanya, panjang cerpen relatif pendek, namun tak ada kesepakatan yang mutlak tentang batas pasti ukuran sebuah cerpen.
Demikian romansa itu berlangsung
Memasung dada yang penuh oleh cinta
Hari-hari cuma tahu cara berganti baju
Dan Mandelstam merabai sunyi
Menampih seracik ilusi.
Setahun yang lalu, Indah Santi Pratidina menerbitkan jurnal dengan judul “The Appetite for Revenge and Murder in Translation: Japanese Mystery Novels and their Social Media Savvy Indonesian Readers”. Fokus utama penelitian itu untuk melihat sejauh mana animo pembaca Indonesia atas terbitan buku-buku bertema misteri karya penulis Jepang: novel Girls in The Dark karya Rikako Akiyoshi dan Confessions karya Minato Kanae.