Lapisan-Lapisan Makna dalam Sesudu Senyum-Senyum

Sebenarnya tidak ada yang baru dari cerpen Sesudu Senyum-Senyum karya Sasti Gotama yang terbit di Kompas (3/4/22). Jika kita buang setting dan gaya tutur yang membuat nuansa Maluku begitu terasa, cerita dalam cerpen ini semata adalah cerita cinta. Lebih spesifik lagi cerita cinta yang berakhir tragedi. Sudah terlalu banyak kisah cinta antara dua insan beda jenis kelamin yang ditutup dengan akhir yang tragis.

Lakon Nyegele

Ki Wasis Carita kaget nalika dumadakan krungu ana wong nothok lawang ngarep. Komputer sing kawit mau dijingglengi kepeksa ditinggal lan banjur jumangkah alon nyedhaki prenahe lawang ngarep. Kepengin ngerti sapa tengah wengi ngene mertamu ing omahe.

Puisi Romzul Falah

“mereka membunuhku dengan pesakitan yang dibuat
sendiri. mengarang cerita-cerita horor, meletakkan takir,
meyakini aku sekutu pembalela sang gusti.
betapa nisbi iman itu. betapa cangkat dan sempit
lubang surga yang mereka namai asal mula”

Tarapek Japa

Tarapek Japa, teman kuliah sekaligus atasan saya di kantor, mati tak sampai seminggu setelah ia dengan pongahnya mengatai-ngatai saya sebagai ‘kawan yang tidak tahu terima kasih’, ‘kufur nikmat’, dan ‘sok bersih’. Bukan karena korona ataupun jenis virus mematikan lainnya. Maut menemuinya di toilet rumahnya, saat ia sedang berak, dan begitu sang istri datang, ia sudah kaku, setengah telanjang, dengan posisi kepala nyungsep ke dalam lubang kakus.

Pesan Peringatan

Namun Rewin tak menunggu jam delapan. Ia menjinjing tas misterius itu dengan kecemasan menggumpal di dadanya. Ia berjalan terburu-buru menuju rumah. Sepatu olahraganya tampak mengilat disapu cahaya pagi. Bunyi ketukan tak teratur berderak dari balik telapak sepatu.

Lokalitas Sastra dan Silang Budaya

Buku lawas Linus Suryadi AG berjudul lengkap Pengakuan Pariyem (Dunia Batin Seorang Wanita Jawa), dipersembahkan kepada begawan kebudayaan berlatar Jawa—prosa lirik untuk: Umar Kayam—justru diberi komentar oleh dua orang laki-laki Batak, Ashadi Siregar dan Hotman M. Siahaan. Di backcover buku terbitan 1981 itu, Ashadi mengibaratkan Linus pujangga Jawa Lama, dengan kekuatan lirik mengungkap kisah dan pikiran Jawa. Senada, Hotman menyebut karya ini bicara banyak tentang gejala sosial, kultur dan manusia yang diwarnai pola kultur tersebut.

Puisi Moh. Rofqil Bazikh

-perempuan yang kuhapus namanya dengan sengaja

tataplah laut, sulur ombak menyentuh mata kakimu
sementara ekornya mengibas-ngibas mengenai celanaku
itu kali terakhir kita bepelesir dan pulang berkejaran
dengan hujan sepanjang jalan, kita tidak pernah menduga
bulan berikutnya dengan seksama mengucapkan ‘pisah’

Duka dalam Imaji Penyair

Judul buku ini unik. Kita pun menafsir: apakah kita+(duh)-kita itu satu kata? Atau, rangkaian dari tiga kata dengan penghubung tanda (-) dan (+)? Persangkaan saya, kita+(duh)-kita menyiratkan makna bahwa secara acak kita berduka. Ya acak, karena ada sebagian (-), bukan termasuk kita, yang tidak berduka.

Menilik Motif Ideologis di Balik Wacana yang Tersembunyi

Siapa yang tak kenal dengan Rocky Gerung. Rocky Gerung mulai menampakkan dirinya dan menjadi perbincangan publik khususnya di jagad politik dunia maya ataupun nyata. Kurang lebih tiga tahun lalu di mana pada saat itu, tepatnya saat momen pilpres 2019 dan sampai saat ini Rocky Gerung secara konsisten terus menyuarakan suaranya dengan kemasan retorika yang membuat kuping pemerintah memerah.