
Puisi Tegar Pratama
Mitra
: Raja Drupada
Masih ingatkah kau dengan sahabatmu
sewaktu dulu belajar di pertapaan? Ia
yang kau janjikan akan mendapat separuh
kerajaan saat kau naik tahta.
Barangkali seperti itulah angan-angan
anak muda yang, mungkin, kesepian. Sebab
ketika telah menjadi raja, kau lupa dengan janjimu,
bahkan dengannya. Atau justru begitukah cara kekuasaan
bekerja, seperti rabun yang perlahan merambati
pengelihatanmu?
Tahukah kau bagaimana ia merawat dendam
untuk membalas perlakuanmu?
Barangkali kau memang menunggu itu, menunggu
sahabatmu datang dan merampas apa yang telah
kau janjikan.
Sukoharjo, 2022
Firasat
: Dewi Lopamudra
Kau terlelap dan mimpi tentang tinggalkan
apa-apa yang kau punya dan tanggalkan
tentangnya dari ingatanmu untuk memilih
hidup di hutan bersama seorang resi tua.
Tetapi hutan bagimu terlalu dingin
untuk bermimpi, dan kesunyiannya
memaksamu untuk berbicara,
sekadar pereda jaga.
Ketika resi tua itu tertidur
di dalam mimpimu, kau terjaga
dan gegas mendatangi ayahmu
yang gelisah perkara lamaran.
“Ayah, aku punya siasat,” katamu.
Sukoharjo, 2022
Dendam
: Yawakrida
Kau seperti seseorang yang tak mengenal
laut tetapi berani melayarkan perahu
untuk memancing ikan dari permukaannya.
Mungkin kau ingin menunjukkan bahwa
laut adalah tempat bagi siapa saja
yang gelisah di daratan.
Atau kau hendak mengatakan, “Jika
setiap orang memiliki perahu, mengapa
mesti takut tenggelam?”
Tetapi tidakkah kau terbayang tentang
gelombang? Siapa yang akan menyelamatkanmu
jika kau diterpanya sewaktu-waktu?
Sukoharjo, 2022
Sayembara
: Drupadi
Hari yang kau andaikan tiba, di kepalamu
terbayang seorang lelaki sebagai tempat
kau sandarkan setia.
Namun hari itu kau mati, setelah lima anak
panah menancap di hatimu, nyaris
bersamaan, seakan satu yang kadung
melesat tak cukup mengancammu.
Sebelum pergi kau berkata lirih tentang
cintamu untuk seseorang
yang belum selesai kau katakan.
Yang tertinggal hanya pertanyaan
: “Bila cinta berupa rasa sakit, anak
panah mana yang akan kau cabut perlahan
atau tancapkan lebih dalam?”
Sukoharjo, 2022
Kama
: Jarita
Kepada api kau berbisik, “Wahai, api, melambatlah
dalam meniti batang pohon ini. Biarkan aku sesaat
memeluk anak-anakku sebelum engkau selesaikan
perjalananmu yang singkat.”
Namun keinginan mereka agar kau hidup lebih kuat
dari tekadmu untuk mati. Maka kau pergi dengan
berat hati, meninggalkan mereka yang kehilangan
ayah sejak bayi.
Setelah cengkeraman lepas dari dahan kau
teringat akan pasanganmu. Ia yang kau tahu
tak benar-benar pergi. Sebab sejak pertama
bertemu dengannya, kau merasa ia berbeda
dari pejantan lainnya.
Sukoharjo, 2022
Penulis:

Tegar Pratama, lahir di Surakarta. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar, Jawa Tengah.