Esai
Flamboyan Kasmir

Flamboyan Kasmir

Dibuka oleh komentar narator impersonal, cerita pendek Kasmir dan Kina karya Afryantho Keyn yang terbit di Baca Petra edisi Mei 2019 menghadirkan flamboyan sebagai perumpamaan yang melevelkan tataran suasana cerita pada suasana tokoh. Perumpamaan flamboyan itu nanti akan muncul lagi di akhir cerita yang mengafirmasi suasana batin tokoh Kasmir. Perumpamaan-perumpamaan lain sering pula digunakan penulis untuk melevelkan situasi tempat dengan situasi batin tokoh seperti: gemuruh laut-gemuruh dada Kasmir, jantung berdetak melebihi hiruk-pikuk pasar, hati yang terluka diikutkan dengan daun-daun flamboyan yang gugur.

Penulis menempuh jalan penceritaan yang bertahap. Tiap informasi diberikan sedikit demi sedikit. Misalnya latar peristiwa berpusarnya konflik ketika di laut nanti, baru diberitahu garis besarnya di pembukaan cerpen paragraf kelima dimulai dari “Semua baik-baik saja mulanya. Hadapi laut tenang. Kasmir mengayuh sampan tanpa hambatan. Ia menuju ke tempat biasa itu: titik temu sepasang garis imajiner.” Dan seterusnya.

Penceritaan yang bertahap itu menimbulkan pula pertanyaan di awal apakah memang ada orang yang mempersiapkan acara arisan di malam tahun baru? Bukankah lazimnya kita tahu malam tahun baru itu waktunya orang untuk bersenang-senang. Tapi di narasi selanjutnya pembaca akan mengetahui melalui keterangan bahwa acara arisan itu diadakan tanggal satu setiap bulan.

Teknik mengeluarkan yang sedikit ini berdampak pada dialog antara Kasmir dan Kina di halaman ketiga cerpen. Dialog memiliki lapisan yang menimbulkan adanya pembayangan telah ada dialog-dialog yang berlangsung sebelum dialog yang berbunyi “Tapi masakan mereka memang terasa hambar,” / “Tetap yang salah lidahmu”.

Upaya penceritaan yang bertahap serta begitu detail bisa kita temukan pula pada deskripsi ketika Kasmir berada di laut. Bagaimana ia berburu ikan dengan senapan tembak, bertahan di atas perahu yang dihalau angin kencang, isi kotak perkakas yang dibawanya, dan lain-lain. Suasana peristiwa betul-betul hidup seolah pembaca ikut serta dalam petualangan penuh marabahaya di laut itu. Penulis sangat sabar dalam menggarap peristiwa dan memiliki kemampuan menciptakan gambar yang bagus sekali seperti yang terdapat pada narasi berikut ini: Setelah percobaan yang tak lagi terhitung banyaknya, ia menyebul, langsung disambut kembang api yang meledak berhamburan di langit kampung. Jadi bagaimana Kasmir yang sebelumnya sedang menyelam itu tiba-tiba muncul ke permukaan dan langsung disambut kembang api yang berhamburan. Gambar yang tercipta di narasi itu membuat pembaca seperti menyaksikan adegan dalam sebuah film.

Kesabaran membangun peristiwa, menciptakan gambar, rupanya telah membuat penulis luput pada psikologi tokoh. Sebelum sampai ke sana, saya sertakan kekeliruan yang muncul pada kalimat: Belum selesai setengah batang, Kasmir menyulut rokok, membuka mulut keranjang. Pertanyaannya, apa setengah batang itu belum selesai lalu Kasmir menyulut rokok (lagi) kemudian membuka keranjang? Atau belum selesai rokok pertama, Kasmir menyulut rokok lain. Kemungkinan kedua, setengah batang yang belum selesai, Kasmir (mengisap) yang setengah batang itu. Secara logika, setengah batang diikutkan dengan kata kerja mengisap bukan menyulut. Kemungkinan yang luput adalah penambahan kata “lagi” atau kata ganti “mengisap” itu.

Sesudah membicarakan kelebihan membangun gambar dalam peristiwa dan kekeliruan pada sintaksis yang sebaris itu, saya akan memasuki soal luputnya penulis dalam menggarap latar tokoh. Tidak begitu kokoh karakter yang tebangun sehingga memunculkan pertanyaan semisal apa motif tokoh Kasmir menuruti segala kemauan Kina__bahkan hingga bertaruh nyawa di laut__meski pada mulanya ia menolak keras, diiringi lontaran makian? Memaki tapi tetap menuruti. Relasi seperti apa yang terjadi? Apa yang membuat Kina tidak begitu mengacuhkan perjuangan Kasmir? Luputnya soal ini disebabkan relasi antara Kasmir dan Kina hanya bisa pembaca dapatkan melalui dua hal yaitu: 1)Pertemuan pertama Kasmir dan Kina, dan 2) Peristiwa kini antara mereka berdua.

Gambaran watak tokoh bila dilihat dari pertemuan pertama diceritakan Kasmir seorang yang gugup, pecinta alam, bukan seperti pemuda lain yang agresif. Sikapnya yang gugup membuat Kina terheran-heran. Menurutnya itu bukan sesuatu yang biasa terjadi pada pemuda-pemuda yang pernah ditemuinya. Si Kina yang berinisiatif memberikan nomer telepon. Tampak ada relasi kuasa di sana. Dalam hal ini Kina yang lebih memimpin dan bisa jadi ini memunculkan akar yang menyebabkan relasi toksik berlangsung di pernikahan mereka. 

Persoalan lain lagi, tidak disinggung sedikit pun peristiwa apa yang terjadi selama sepuluh tahun pernikahan mereka (merujuk pada keterangan flamboyan yang telah tumbuh selama sepuluh tahun) yang membuat Kasmir memiliki alasan kuat untuk menuruti kemauan Kina. Bukankah bila pernikahan telah berjalan sepuluh tahun, pastinya telah mampu memilah mana sesuatu yang mesti dilakukan sungguh-sungguh, dan mana keinginan yang mesti ditunda dulu. Kepentingan Kina yang bahkan bukan kepentingan mendesak (tiba-tiba arisan itu menjadi penting) membuat Kasmir mesti bertaruh nyawa.Seolah segala tindakan Kasmir hanya bergantung pada istrinya. Lagipula sepertinya yang terjadi bukan masalah ekonomi karena terdapat narasi ketika Kasmir menyarankan Kina bisa memotong ayam atau kambing sebagai ganti ikan. Artinya mereka tidak hanya bergantung pada hasil ikan. Sumber pangan yang lain juga ada.

Mengapa pula Kina bersikap seperti itu pada suaminya? Sampai tidak menghiraukan pengorbanan Kasmir? Pastilah juga ada sebabnya. Dalam cerpen ini bolongnya informasi soal apa yang mereka alami selama sepuluh tahun berumahtangga membuat tindakan Kasmir menjadi kekurangan motif.

Sebenarnya bila porsi pertemuan pertama itu dikurangi lalu diganti dengan kilasan peristiwa selama sepuluh tahun, barangkali akan ada pembayangan motif Kasmir atas tindakan-tindakannya. Lagipula  bila dicermati secara tempo, pertemuan pertama Kasmir dan Kina ini bagian yang temponya paling longgar dibandingkan peristiwa di laut. Tempo ceritanya tampak dipercepat. Hal paling pokok di pertemuan pertama saya kira hanya perihal flamboyan itu sendiri.

Empat hal yang membangun sebuah cerita yakni latar tempat, latar waktu, latar peristiwa, dan latar tokoh. Dalam cerpen Kasmir dan Kina ketiga latar di awal sudah jelas tergambarkan. Latar tempat di sekitar bukit Petola, latar waktu pada malam tahun baru, dan latar peristiwa ketika Kasmir terpaksa pergi melalut demi permintaan Kina. Latar tokoh itu sendiri luput digarap oleh penulis. Latar tokoh yang dimaksud biografi tokoh itu, yang membuat tokoh bisa bertindak seperti yang diceritakan.

Sebagai sebuah cerita pendek, Kasmir dan Kina menurut saya masih bisa dikembangkan. Cerpen ini diakhiri dengan cukup menarik lewat ending terbuka ketika Kasmir mencari letak kelewang. Timbul pertanyaan apakah kelewang itu untuk menebas flamboyan atau menyerang istrinya? Dugaan seperti itu menarik juga dijadikan sebuah open ending. Membandingkan dengan cerpen-cerpen karya Afryantho Keyn yang lain seperti cerpen Reruntuhan Ketujuh dan Karma, saya melihat napas panjang seorang penulis yang sangat sabar dalam membangun peristiwa serta detail dalam penjabarannya. Seperti jenis cerita yang sangat cocok dikembangkan dalam format novela. Untuk itu saya pun akan bersedia menunggu cerpen-cerpen Afryantho Keyn yang lain. Tentu saja dengan masih menyimpan daya pukau terhadap setiap bangunan gambar yang disuguhkannya. Tak hanya ledakan kembang api sesudah menyelam atau pun petualangan hidup-mati di laut itu, gambar-gambar peristiwa lain pasti akan kembali memukau pembaca seturut ketabahan penulis memilih menulis dengan gaya cerpen yang tak mudah ini [].


Penulis:

Iin Farliani, penulis buku kumpulan cerita pendek berjudul Taman Itu Menghadap ke Laut (2019) dan kumpulan puisi berjudul Usap Matamu dan Ciumlah Dingin Pagi (2022) . Lahir di Mataram, Lombok, 4 Mei 1997. Alumnus Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mataram. Sejak tahun  2013 hingga sekarang aktif berkegiatan sastra di Komunitas Akarpohon Mataram. Tahun 2020 terpilih sebagai salah satu Emerging Writer pada Makassar International Writers Festival (MIWF) 2020. Tahun 2022 terpilih sebagai salah satu Emerging Writer Indonesia pada Ubud Writers & Readers Festival.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *