Puisi
Puisi Riki Utomi

Puisi Riki Utomi

Jejak Sungai, 1

sedalam-dalam tubuhku lebih dalam dukamu.
kami menggigil di dasarnya seperti kisah yang
belum berakhir. terpenggal beberapa episode.
menggumpal di mata yang menggugurkan duka.

tubuhku sepadan dukamu. alirku lebih deras
daripada air matamu. rapuhku membenamkan
ngilu membawa luka-luka itu.

kepak-kepak sayap burung, kesiur berisik
dedaunan, dan gemericik alirku adalah tubuh
yang tak tereja di mata mereka, namun begitu
dalam menukik ke hatiku.

Selatpanjang, 2022

Jejak Sungai, 2

berenanglah untuk menyatu bersamaku. kita berpeluk
oleh sejuk. kita berpadu oleh gagu. aku melepaskan
gusar dan kau membiar debar.

menyatu bersamaku bersama jejak paling jauh. abadi
merapat aku bersamamu ke diam paling abadi. sedapat
apakah getar batin ini menjarak, sedapat itukah degup
rasa ini memijak?

menjejakmu begitu jauh masuk ke dalam. berarak angan
yang menepi pinggir kesan. berpunca sangsi yang
berpadu kisah.

Selatpanjang, 2022

Jejak Sungai, 3

dayunglah hingga menepi. pepohonan tua menyambut.
ucapannya lirih dan sarat debar. kau meletakkan dayung,
sampan bermain arus. aku melambai jauh, melihat
senyummu rapuh.

dayunglah, kau takkan dapat menghitung betapa lunas
aku membawa cinta. duka dan suka mereka telah melebur
bersama tubuhku di sini. bersama arus dan tangan-tangan
mereka, bermuara ke biru laut.

Selatpanjang, 2022

Membaca Jalan

hari ini adalah upaya yang sejauh langkahmu
menemukan makna. hitam kulit suatu tanda,
mata sayu suatu cerita. pada saatnya senyummu
mengembang tanpa jeda.

hari kemarin adalah tanda ketika kau terluka
dan debar yang belum mereda. sungut telah
lepas menuju langit. murka menipis di sela tangis.
selanjutnya hampa yang tidak tereja.

hari esok adalah bayang. tersulut debar apakah
kita ada atau tiada. selanjutnya sunyi menganga.
sampai aku menujumu menjemput luka.

Selatpanjang, 2022

Lepas Landas

setelah lambaian tangan, lepas landaslah semua.
hanya bayang tercipta bermuara pada ujung ke ujung.
segenap rupa menjelma.

setelah lunas segala senyum, lepas landas membawa
segala rupa. yang lekat bertahan di pikirmu. yang
renggang lesap berteman angin.

Selatpanjang, 2022

Bersamamu

bersamamu sebenarnya mengeja kembali
kisah-kisa rumit. pada suatu ketika batu
menjadi cinta, terpendam dalam yang tak

dapat kita ambil. sebaliknya, emas menjadi
pasir bertabur di tubuhmu. kau terpana
melupakan langkah yang terpuruk di kepala.

saat ini mengulang kembali adalah niscaya.
merambat umur di senja. darah bergetar,

tubuh mengigil. hitam di atas putih telah
terpacak pada mata dan rapuh kaki menggugur
dedaunan bahwa segala rupa menjadi tanda.

Selatpanjang, 2022

Mengeja Tanya

seperti ucapan yang masih tersimpan.
rautmu malu-malu berselimut embun.
pada pagi yang rimbun, sejuk dapat

menerjemahkan maksud tanpa tanya.
hasrat mendebar di balik kacamata,
bertanya-tanya.

lurus matamu membaca apapun di sana.
ucapan masih samar tak hendak keluar
meski berputar-putar terpaku dengan

segala pantun dan peribahasa, membawa
ke penjuru tawa dan digulai aroma sejarah.
namun bungkammu lebih ketara.

Selatpanjang, 2022


Penulis:

Riki Utomi kelahiran Pekanbaru 1984. Buku puisinya Amuk Selat (2020). Buku cerpennya Mata Empat (2013), Mata Kaca (2015), Sebuah Wajah di Roti Panggang (2017), Anak-Anak yang Berjalan Miring (2020). Kumpulan Esai Menuju ke Arus Sastra (2017), dan buku nonfiksi Belajar Sastra Itu Asyik (2020). Puisinya tersiar di media cetak dan daring., juga termaktub dalam beberapa antologi. Kini bekerja dan bermukim di Selatpanjang, Riau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *