Puisi
Puisi <strong>Jamaludin Gmsas</strong>

Puisi Jamaludin Gmsas

Senin

Sebelum seseorang itu pergi,
ia sempatkan untuk menjemur
beberapa lembar pakaian
yang telah ia cuci.
Digantungnya satu per-satu
di suatu tempat
yang tengadah menghadap matahari.

Setelah selesai menjemur,
ia teringat bahwa masih
banyak yang belum kering
meski telah ia jemur seharian
di Minggu kemarin
—seperti kepala, misalnya.

“Tapi tak apa lah,”
gumamnya sambil memeras pikiran.
“Ini adalah hari Senin,
tak mungkin saya berangkat kerja
tanpa membawa kepala.”

Sambil membawa pikirannya yang
masih basah, ia terpaksa menuju kerja.
Terlihat kepalanya mulai ia keringkan
di antara jeda sibuk dan rasa bosan.

Al Ikhsan, 2022

Pagi Hanya Milik Tuhan

Senyum matahari terabaikan waktu
dan sekarang tubuh yang lesu
dipaksa untuk selalu memburu.
Namun sebenarnya tak ada yang
merencanakan hari ini bakal sia-sia
: tak ada yang mau.

Di jalanan, orang-orang saling
membunyikan klakson dan
menyembunyikan sesuatu
yang sebenarnya kosong
(semoga mereka berniat untuk
saling ingat. Karena tak ada yang
benar-benar tepat, meski terlambat
membuat mereka
egois dan tidak tahu tempat.)

“Pagi hanya milik Tuhan,”
kata masing-masing mereka.
Tapi tanpa sadar, cinta yang terlalu
telah memaksa mereka menciptakan
1000 tuhan lain demi keegoisan
yang tidak tahu tempat itu.
Setiap pagi, selalu ada tuhan yang mati
dan ada tuhan yang hidup lagi.

O, betapa malang hidup
—ketika merasa paling isi,
justru kekosongan di mana-mana muncul
dan memukuli hingga babak belur
dan sebaliknya?

Al Ikhsan, 2022

Menjalani Hari

Matahari menjilat tubuhmu
yang asin penuh ingin.
Senja memandikanmu
dari linu, (kadang) asu.
Bulan mengeringkanmu,
gelap mengistirahatkanmu.

Al Ikhsan, 2022

Seorang Lelaki yang Memakai Payung dan Berjalan di Antara Lampu-Lampu Jalan yang Padam Sambil Sesekali Tangannya Menjulur ke Depan Memastikan, “Ternyata Langit Belum Sepenuhnya Habis Meluapkan Sedih dan Murungnya.”

Kembalilah,
meski
tak
pernah
pergi.

Al Ikhsan, 2022

Setiap Hari di Perjalanan Menuju Pulang

#1
Semalaman mimpi sudah menyusun
rencana-rencana untuk menelan
sehari utuh tanpa sia-sia.
Tak ada yang berhasil.
Tak ada yang gagal. Semuanya
tergantung pada kepentingan.

“Tuhan tidak mengharap apa-apa,”
kata seseorang. “Karena harapan
hanya dapat dijumpai
di dalam jiwa yang tidak mempunyai.”

Yang berkata “asu” dan menginginkan
sendiri di dalam waktu adalah ego
seseorang yang sedang berusaha
mengeluarkan dirinya dari dirinya yang lain.

Seberapa mampu mereka menjauh
dari tempat paling riuh?
Apa mereka sengaja menafikan sesuatu
yang ditemukan di dalam kesendirian waktu?
Padahal ada banyak hal yang muncul
saat terjebur di dalam kesepian
: ramai tak terbilang.

#2
Ketidakpastian menyebabkan orang-orang
berfikir dan mengambil kesimpulan
bahwa tidak ada yang beda
antara yang belum datang
dan yang sudah hilang

: ketiadaan.

Sanggupkah menghadapi
masa lalu yang sudah hilang
dan masa depan yang belum datang

sekarang?

#3
Malam ini, mimpi-mimpi
menyusun rencana
lagi dan lagi.

Al Ikhsan, 2022

Merapikan Angka Kalender

Terlihat mirip gerombolan semut
yang sedang berbondong-bondong
naik-turuni dinding-dinding sunyi
yang sudah mereka tandai.
Mereka berjalan pelan sesuai urutan
—disiplin pada tempat dan jadwal.

Awalnya angka-angka pada kalender itu
aku dekati dengan sangat pelan.
Supaya tak ada yang bubar
layaknya gerombolan semut
yang bila didekati akan pecah
dan berhamburan tak beraturan.

Namun, semua angka terkaget,
ketika tiba-tiba ada sesuatu yang
membersamaiku dan menyerobot masuk
dan mendahului dan membubarkan
apa saja yang ada di dalam kalender.

Ingin aku tangkap satu angka saja
dari ratusan angka-angka itu
untuk kupeluk dan merasakan kebebasan.
Namun, angka-angka sulit kudekap,
semua terlihat kacau dan kalap.
Aku hanya bisa diam, sabar, sembari bertafakur,
berusaha merapikan kalender yang sempat hancur
sampai angka-angka terlihat kompak dan teratur.

Al Ikhsan, 2022

Masuk Angin

Mungkin kamu sedang masuk angin.
Lihat jam di dinding itu, bulat seperti
koin lima ratusan. Ia siap
mengerok tubuhmu perlahan-lahan

—sampai mega menyelimuti punggungmu
dan angin yang mengeram di perutmu
akan sirna bersama letupan-letupan
sendawa yang keluar dari mulut waktu.

Al Ikhsan, 2021

Perihal Senang dan Sambat

Kehidupan itu lucu sekaligus asu
: sering kali lucu haha hihi,
tapi tak jarang juga untuk
asu-asu di kamar mandi.

Al-Ikhsan, 2020

Melek

Malam tidak
menyisakan ruang
untuk hati
bisa bekerja
dengan semestinya
: hanya ada
hal-hal yang
tak ada.

Al Ikhsan, 2022


Penulis:

JAMALUDIN GmSas— adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli. Ia adalah mahasiswa pascasarjana UIN SAIZU Purwokerto sekaligus santri di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di pelbagai media. Tersebar juga di beberapa antologi bersama. Facebook: Jamaludin GmSas. Instagram: @jamaludin-gmsas. Email: [email protected].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *