Puisi
Puisi J. Akit Lampacak

Puisi J. Akit Lampacak

Na’us

Dalam pejam musim kemarau
Tersirat ruh hujan menghantui ladang
Aroma dapur hilang perlahan dalam benih
Tungku dan kilau pisau tak kelitan jernih.

Di bangku sekolah, cuma seruh
Yang melukis risau selembut rapuh

Yang menggelembung sepanjang jalan
Semoga saja masih ingatan;
Merusak cahaya bulan
Hingga pulang dan pergi
Terhapus di kamus petani.

Di langit daksina mendung mengemas pagi
Hening mata kami ketika sebutir mimpi berkeling
Doa pun terlambat tidur
Tanah dan tembakau tak mungkin lagi akur.

Kemudian lahir sebait keringat
Memapah aroma kopi di cangkir berbunga
Kami berangkat ke ladang
Menanam beragam isyarat

Walau kami tau
Segala doa berjalan tanpa nyawa
Tapi detak hati kami tetap pula rahasia.

Mungkin ke selat perigi
Silau sirip ikan pelan menghilang
Kami pasang janji di wajah sendiri
Selayaknya gerimis
Tak pernah mampu menjumlah tangis.
Lubtara,2022

Tambhuruwen

Aku bisa saja seperti yang lain;
Seperti lain lelaki
Yang diam-diam kau puja
Selayaknya tak pernah suka
Tanpa lirikan
Bahkan tanpa ucapan.

Keberadaanmu bagiku
Nyaris seperti tungku
Yang setiap pagi
Masih bergantung pada kayu.

Orang lain menganggapku salah
Atau kata lain
Yang membuatmu resah.

Tapi benar adanya,
Cemburu seperti anggur merah
Yang semakin lama,
Semakin asik membuatku payah.
Lubtara,2022

Kehilangan

Sejak aku mencintaimu
Aku kehilangan banyak pagi
Dalam hidupku.

Namun aku tak perduli,
Asal besok
Dirimu masih setia menanti.
Lubtara,2022

Jadilah Mataku

Kekasihku, Aya.
Jadilah mataku
Agar yang kupandang indah
Dapat kau nikmati.

Aya.
Jadilah mataku, karena aku
Tak punya alasan
Untuk berkedip selain merindukan.

Kekasihku, Aya
Jadilah mataku, supaya kau tahu
Rahasia Tuhan yang sembunyi
Dalam mimpiku.
Lubtara,2022

Sebagai Penyair

Sebagai penyair
Aku hanya ingin menulis puisi
Yang belum pernah kau tulis
Semisal mengumpulkan gugur daun di halaman
Lalu menbuangnya di tempat jauh,
Sejauh yang dimaksud rindu.

Karena besok yang akan tiba
Masih pula rahasia
Seperti puisi ini
Mungkin pula kau tak pernah suka.

Tapi sebagai penyair
Aku mesti beribu pada kasihmu
Selayaknya puisi ini lahir
Di sinilah tempat rindu mengalir.
Lubtara,2022

Besok pagi

Demikian, hujan tak pernah mampu
Menjumlah sisa rinduku kepadamu.
Besok pagi kau harus datang kepadaku
Menjemput aroma nafasku yang tak lain
Jalan baik menyelesaikan tugasmu.

Besok pagi, mata hari akan mengantarmu
Semoga mendung tahu: apa-apa yang kuingin
Seperti halnya musim datang tepat waktu
Dan tak perlu ada yang menunggu.

Semisal besok pagi kau tak datang
Aku yang akan mendatangimu,
Menemuimu di manapun kau berada
Sebab begitulah prinsip cinta
Tak ada alasan untuk mengingkarinya.
Lubtara,2022

Tanggal Merah

Minggu itu, pada warna jambu alas
Tanggal berlari ke tepi taman
Menemui catatan di buku muda
Membacanya sehalus benang.

Tapi bagaimana mungkin
Hari yang terhitung dalam bulan
Dapat kita pisah dari kenangan
Sementara kita hanya angka
Yang tahu cara berputar
Tanpa harus berpikir benar.
Lubtara,2022

Di Arus Pagi

Puisi ini akan tumbuh sekuat cintamu,
Sekuat matahari menangisi bumi
Hingga aku tak lagi tahu
Cara terbaik menyambut rindu.

Namun di taman
Yang kulihat tetaplah mekar mawar
Merah dan indah
Walau pernah ada dalam kisah.

Hingga tak terbanding
Antara dirimu yang gundah
Ataukah aku yang resah.

Lubtara,2022


Penulis:

J. Akit Lampacak Lahir di Sumenep, Jawa Timur, pada 2000. Mahasiswa jurusan Teknologi Informasi IST Annuqayah. Bergiat di Lesehan Sastra Annuqayah (LSA). Karyanya sudah dimuat di berbagai media, buku puisi tunggalnya bertajuk Lampang 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *