
Puisi Devy Rianita Hanifah
Panggih
sepasang janur menyingkap tabir kesucian
dua insan yang telah ingin dilepas pada simpuh sungkem
agar damai mengembara takdir di anyar dermaga.
dara jadi mekar, jantan jadi gagah di kalis ikrar
terikat suka—muram—tumbuh— hingga kelak layu
menjemput usang usia.
(Klaten, 2022)
Bebrayan
mulanya dara dilepas
menuju dekap pasang kepaknya meramu turun-temurun
di anyar sangkar; anyar cerita
… di sini, kaulakoni sisa umurmu dalam teduh kelambu bebrayan.
(Klaten, 2022)
Gua Garba
di gua garba
cinta telah menjamah gempita
: seperti raut durja ibumu yang haru membanjurimu dengan rapal bunga setaman, seperti jua suamimu yang girang
memecah potret Dewi Ratih dan Kamajaya pada sebutir kelapa
: melantun sorak
di atas pelataran tingkeban.
(Klaten, 2022)
Di Bedungan
pada lipatan itu kaukemas bentuk hatimu
yang suci dan paling hakiki
: di sana
cinta telah nyata membentuk diri.
(Klaten, 2022)
Menjalin Senja di Halaman Rumah
tahun-tahun telah menjembatani usiamu dari yang cerah fajar di ujung timur
menuju matang berona jingga di ujung barat
: di halaman ini
kausapih satu demi satu kepahitan,
nan sedari lampau kauerami di pekat pahit nadimu; kausapu satu demi satu kelesah
nan usang membelukar di sekujur tubuh kisah; di halaman ini
kaumenjalin ikatan senja
nan nyalar merekam senarai memoar
di mimbar pengantin—di latar tingkeban— dan di tenda pengantar nisan.
(Klaten, 2022)
Di Beranda
namamu adalah mantra nan tak henti dibicarakan
oleh lapuk bangku-bangku beranda
: menazamkan syair kisahmu
pada mereka yang kelak—dalam hening—kausebut turun-temurun.
(Klaten, 2022)
Penulis:

Devy Rianita Hanifah, gadis 19 tahun asal Klaten, Jawa Tengah. Ia dapat disapa dan ditemukan jejak literasinya melalui instagram @cederilall
Terima kasih, tulisannya indah