Resensi Buku
Mencari Keberwarnaan di Tengah Keterpurukan Hidup

Mencari Keberwarnaan di Tengah Keterpurukan Hidup

Judul : Colorful
Penulis : Eto Mori
Penerjemah : Ribeka Ota
Penerbit : Penerbit Baca
Terbit : 2022
Tebal : xiv, 259 halaman
ISBN : 9786026486684

Salah satu hal yang paling saya ingat setelah menamatkan novel Eto Mori adalah penggalan dari kata penutup penulisnya sendiri: “Saya ingin menulis novel yang memungkinkan anak muda yang lelah terhadap hidup mereka untuk beristirahat dari kehidupan mereka sendiri.” Kala itu—walaupun masih terjadi sampai saat ini, sebelum novel ini dirilis kali pertama tahun 1998, isu remaja yang depresi akan tekanan keluarga dan lingkungan sekolah masih marak terjadi. Mereka mendapat tekanan dari berbagai sisi, dari mulai keluarga yang mematok target keberhasilan tertentu, beban sekolah yang kerap kelewat batas, sampai kecenderungan remaja yang membentuk hirearki yang memisahkan antara sekelompok kuat yang bisa menindas yang lainnya. Tekanan itu membuat depresi, tentu saja, dan tak jarang, banyak dari mereka yang memutuskan untuk bunuh diri sebagai jalan pintasnya. Atau kalau tidak, mereka melakukan laku menutup diri di dalam kamar. Ya, kita mengenalnya dengan istilah Hikikomori, yang dalam tahap paling ekstremnya bisa dilakukan selama bertahun-tahun. Mereka menutup diri tidak hanya terhadap lingkungan sekitar, tetapi juga dari keluarga mereka sendiri.

Dari situ, Mori ingin menulis novel yang bisa membesarkan hati para remaja untuk lebih menghargai kehidupan, terutama terkait dengan tekanan yang mereka rasakan. Namun, Mori tidak ingin membuat karya yang secara gamblang membeberkan isu-isu tersebut. Ia ingin karya tersebut menjadi bacaan yang menyenangkan kendati memuat pesan semangat hidup dan mengangkat permasalahan yang berat. Ia tidak ingin, katakanlah, karya yang dibuat justru menambah beban para anak muda sebab berisi parede khotbah yang menjemukan, yang alih-alih bisa membesarkan hati mereka, tapi justru membuat karya itu dibenci karena kemonotonannya. Oleh sebab itu, kita sebagai pembaca sangat mungkin bisa mendapati humor yang kuat di dalam novel ini.

Kisahnya sendiri dikemas dengan pemilihan cerita yang tak biasa, sebab Mori memadukan isu yang berpijak pada realitas dengan sesuatu yang magis atau ghaib, hingga membuat novel ini bisa kita kategorikan sebagai karya Realism magis. Sisi itu amat terlihat pada penggambaran hampir keseluruhan cerita. Di prolog, kita mendapati sesosok arwah yang dicegat oleh sosok malaikat dalam perjalanannya menuju fase kelahiran berikutnya. Si malaikat tadi memberitahu kalau ia memenangi sebuah lotre berupa kesempatan menjalani kehidupan sementara untuk menembus kesalahan yang pernah dilakukannya di masa lalu. Kesalahan macam apa? Kenapa lotre? Si malaikat sengaja tidak memberitahu, sebab tugasnya hanya menginformasikan kalau si arwah memiliki kesempatan kedua dan kalau ia bisa lulus menjalani kehidupan sementara itu, ia bisa melanjutkan perjalanannya ke fase kehidupan berikutnya. Namun, si arwah sekaligus narator kisah ini kebingungan. Kesempatan kedua seperti apa?

Rupanya, ia diberi kesempatan menjalani kehidupan sebagai orang lain, sampai ia bisa mengingat kesalahannya di masa lalu. Dan sosok kehidupan yang akan dijalani itu tak kalah mengejutkannya, sebab ia diminta memasuki tubuh seorang remaja empat belas tahun yang baru saja melakukan percobaan bunuh diri dengan menelan obat tidur milik ibunya hingga overdosis. Bocah itu bernama Makoto Kobayashi, ia tengah koma di rumah sakit, dan seluruh keluarganya mengelilingi bocah itu dengan kepanikan yang sarat. Lalu, saat si bocah terbangun, keluarganya sama sekali tidak tahu, kalau ia bukan lagi Makoto yang selama ini mereka kenal. Jiwa bocah itu sudah ditempati oleh sosok yang lain, yaitu si arwah tadi.

Sejak itu, dimulailah babakan baru dari kisah si arwah yang menjalani kehidupan bocah bernama Makoto Kobayashi itu. Mula-mula, si iblis yang kelak dikenal bernama Prapura itu memberi informasi terkait gambaran keluarga Makoto, dari mulai si ayahnya yang berperangai buruk sebab bahagia atas penderitaan bos dan rekan kerja yang terkena kasus dan membuatnya naik jabatan, si ibu yang menjalani perselingkuhan dengan guru penarinya, sampai saudaranya yang selalu sinis dan oleh orang tuanya tampak selalu dinomorsatukan ketimbang Makoto sendiri. Selanjutnya, Prapura juga memberi informasi mengenai kehidupan sekolah Makoto, tentang ia yang selalu dirisak, tentang melukis yang menjadi kegemarannya, sampai kekecewaannya terhadap seorang gadis yang disukainya tapi pada suatu hari didapati pergi ke hotel melati bersama pria paruh baya.

Dengan segala hal yang menyudutkan Makoto hingga memilih jalan bunuh diri itu, si arwah pura-pura menjadi Makoto dan sebisa mungkin menjalani kehidupannya. Tentu, kehidupan baru itu sama sekali tidak mudah. Si narator mesti menyesuaikan banyak hal dengan citra diri Makoto, tetapi ia pun tidak menutupi kecenderungannya sebagai sosok lain, sosok yang bukan Makoto yang sebenarnya. Sebab, Makoto yang sekarang tampak berubah dan berbeda: ia menjadi lebih terbuka dan bisa menjalin perbincangan dengan orang lain. Lantaran perbedaan itu pula, penilaiannya terhadap hal-hal di sekitar pun turut berbeda. Bagi Makoto yang kini, keluarganya tampak seperti keluarga yang penuh carut-marut sebab setiap anggotanya memiliki keburukan masing-masing; yang sebelumnya tertutupi secara baik. Sialnya, si arwah mesti menjalani kehidupan Makoto itu sampai waktu yang tak sebentar, atau paling tidak sampai ia mengetahui kesalahan macam apa yang ia lakukan di masa lalu.

Oleh sebab itu, maka tidak heran, ada kalanya si arwah yang bersemayam dalam diri Makoto itu tiba pada titik yang membuatnya menyerah. Pikiran untuk menyudahi lakon itu kadang kala menghampiri kepalanya. Namun, setiap kali pikirannya datang, si malaikat bernama Prapura selalu mengingatkan tentang tugasnya. Misalnya, saat suatu kali ia berujar, “Aku sudah lama ingin menanyakan hal ini kepadamu, tetapi apakah kau—bagaimana aku bisa mengatakan ini—apakah kau menyadari fakta kalau kau berada di sini untuk melakukan sesuatu? Tahukah kau bahwa tempat ini adalah tempat kau menemukan disiplin baru dan menjadi lebih kuat? Jika aku tidak benar-benar berdiri dan mengatakan sesuatu, berapa lama kau akan terpuruk seperti ini?”

Proses untuk memahami setiap hal dengan perspektif yang baru dan berbeda, itu barangkali pesan yang kuat dalam kisah ini. Seperti yang ditekankan oleh Prapura pada apa yang dilakukan si arwah dengan menjadi sosok bocah Makoto adalah untuk menjadi lebih kuat ketimbang sebelumnya. Dan, proses itu tidak lain, dicapai dengan mencoba memahami segala hal dengan melihat segala sesuatunya dari beragam sisi, lalu menolak menyerah dengan keadaan atau kesulitan yang tengah dialami. Kendati kesadaran ini tidak langsung muncul dalam diri Makoto yang sekarang, tetapi seiring waktu berjalan, seiring intensnya interaksi yang dilakukannya dengan sekian tokoh di dalam cerita, juga seiring beragam penjelasan yang didapatkan dari orang-orang yang sama sekali tak diduganya, ada satu titik yang membuat Makoto menyadari sesuatu: “Jadi, mungkin bukan hanya Makoto Kobayashi saja. Mungkin setiap orang di bumi ini pun menjalani hidup mereka di bawah dugaan yang tidak tepat, salah paham dengan orang lain dan disalahpahami secara bergantian. Ini kesadaran yang sangat menyedihkan, tetapi ada juga saat-saat ketika segalanya berjalan lancar hanya karena alasan ini.”

Menyusul kesadaran itu, kita pun lantas mafhum dengan pemilihan judul “Colorful” yang dipakai Mori. Sebab, kata itu tidak hanya berhubungan dengan dunia yang digemari Makoto, yaitu dunia lukis-melukis; tetapi kata itu juga turut menggambarkan perubahan dari kesan dunia tempat Makoto tinggal. Bahwa apa yang sebelumnya tampak penuh kegelapan, kelak akan muncul beragam hal yang menjadikannya berwarna. Bahwa warna kehidupan Makoto tidak lagi monoton dan itu-itu saja. Begitu pula warna orang-orang di sekitarnya. Seperti yang dikatakan narator: “Gagasan tentang keluarga Kobayashi yang ada di kepalaku secara bertahap mulai berubah warna. Itu bukan perubahan sederhana, seperti hal-hal yang kupikir hitam ternyata putih. Itu lebih seperti ketika aku melihat lebih dekat, hal-hal yang kupikir adalah satu warna, rupanya sesuatu hal yang benar-benar terdiri dari sekelompok warna yang berbeda.”

Lalu, akankah si narator kelak mengetahui kesalahan apa yang dilakukan di masa lalu? Bagaimana pula kelanjutan kehidupan dari karakter Makoto Kobayashi ini? Apa pun itu, yang pasti, Mori menegaskan harapan yang tak pupus sampai akhir kisah. Sebab, itulah yang ingin dicapai Mori, bahwa apa yang ditulis ini bisa memberi semangat bagi para pembacanya, terutama kaum remaja, untuk lebih menghargai kehidupan dan mencoba melihat berbagai hal dari perspektif yang berbeda-beda. Untungnya, setelah novel ini rilis, harapan Mori berangsur terwujud, seperti yang dikatakan olehnya di kata penutup, kalau pernah suatu kali ada gadis yang bilang kepadanya, “Aku berhenti memikirkan bunuh diri setelah membaca Colorful.” Atau seorang orang tua yang bilang, “Putriku mengurung dirinya di kamar terus-terusan dan sama sekali enggan pergi ke sekolah, tapi setelah ia membaca Colorful, ia mulai membuka diri.”

Kesan semacam itu didapati oleh Mori, dan banyak dari mereka mengaku kalau Colorful memberi harapan untuk berubah ke arah yang lebih baik lagi. Hal itu yang membuat Mori semakin percaya akan kekuatan dari karya ini. Barangkali, itu pula yang membuat publik Jepang begitu tertarik dengan karya ini mengingat kisahnya telah diadaptasi ke berbagai medium dari mulai film, manga, anime, sampai drama pertunjukan. Pesan kebaikan itu lantas terus mengalir, melewati banyak sekat dan batasan. Dan sekarang, setelah hampir dua dekade berlalu sejak kali pertama diterbitkan, pembaca global dan Indonesia  pun sudah bisa menikmati karya ini. Tahun 2022, dinaungi penerbit Penerbit Baca dan diterjemahkan oleh Ribeka Ota, Colorful percaya bisa menemukan lebih banyak lagi pembaca dan bisa menyebarkan pesan kebaikan kepada mereka. []


Penulis:

Wahid Kurniawan, penikmat buku. Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Teknokrat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *