
Puisi Faris Al Faisal
LIRIK
Pada mulanya, lirik.
Panjang untuk diceritakan, jika
bukan padamu.
Seperti air menetes, bunyi sunyi gua.
Bergema di larik-larik, terdengar di kejauhan … dan jauh.
Di abad zaman,
kemodernan.
Tapi kesabaran memorak-porandakan,
revolusi pada cadas.
Tubuhku ingin bangkit,
dari sakit.
Bergerak di ladang-ladang, lepas
lenguh sapi.
Melihat lagi keranjang,
buah yang memasakkan rasa.
Menghibur mata,
juga jiwa.
Dunia yang satu, satukanlah!
2022
TUALANG
Ke sana, arah matahari putih.
Tualangku: kepada cahaya, kepada warna, kepada bunga.
Dekat asap yang membubung, angin dingin.
Roh terbang,
sayap melintang.
Melintas pagar, terus melebar.
Tempat yang jauh,
bagi tubuh berteduh.
Di atas daratan, di atas lautan.
Perjalanan jalan terus,
membisikku
bergaung ke dinding bukit.
Kutahu, ini belum usai.
Tualangku!
2022
YAKIN
Hamba yakin, harapan moderat akan lahir … menggolakkan
laut yang bengah.
Setelah menyeberangi luasnya, daratan baru.
Hitungan dan ukuran, mencari formula.
Itulah yang menghidupkan,
melekat pada mimpi dan mengunci.
Sepanjang hari,
kaki-kaki pun melewati.
Satu bagian, ke bagian
yang lain.
Panjanglah umur,
memperlihatkan bayi tu(m)buh.
Yakin, hamba melihatnya.
2022
SESAT
Inilah aku
Dahulu sungai sesat
mencari muara
terserak payah
Bahkan, andai masih di sana … nikmat sasar sebagai
jurang,
aku tahu itu, jalan manakah di mana Tuhan buka
pintu, aku hilang di dalamnya
Seperti di angkasa. Tak ada penunjuk jalan.
2022
VIOLET
Usia-usia ini, berdiri.
Jadi mawar, violet di segala musim.
Di kening, sebuah peta
masa depan.
Segambar perjalanan, rute membentang luas.
Turun ke dada, ada getaran yang lain.
Suara kecil,
hati kecil.
Dengarkan sejenak,
sebagai sajak.
2022
Penulis:

Faris Al Faisal, penyair. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Indramayu dan Lembaga Basa lan Sastra Dermayu. Email [email protected], Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3, Twitter @lfaisal_faris, IG @ffarisalffaisal.