
Puisi Irman Hermawan
2020
pertemuan itu menyudutkan waktu, dan menjadikannya perahu.
meleburi air mata jadi lautan paling dalam.
saban hari aku hanya dapat membuka layar yang penuh lubang, untuk meliputi lautan dan mengambil matahari
jangan sekali kau tulis namaku di meja belajarmu
sebab bapakku telah paham benar tentang lokan-lokan
untuk mencongkel mutiara dalam hatiku
1
garam telah mencair jadi darah
mengeram api
untuk membakar ikan
harumnya tentang kenangan
2
seketika matamu menjelma laut merah
menampung luka paling ketara
dan kau katakan:
“tak ada cinta dalam ciuman kami,
hanya sekedar risalah untuk sepakat paling purba.”
3
aku telah mendengar gaung gelombang, melihat jubah badai
semuanya damai tapi menakutkan
seketika ia akan menancapkan ajal
tepat pada sarafku
tepat pada sarafku
seperti perkataanmu itu.
2020
Kota Tua Jakarta (Oud Batavia)
sebelum Jakarta membangun tubuhnya
dari cahaya neon Jayakarta,
dan mengubah wangi Fatahilah
menjadi gedung megah yang indah
1620 Jan Pieterszon Coen
mengubah wangi Jayakarta menjadi Batavia
sebagai keabadian Batavierin
hingga kini dapat dilihat wajah-wajah
Jayakarta, VOC
bergelantung dari tembok-tembok yang
tak pernah tertimbun usia
dari tembok-tembok yang berdiri
terdengar perayaan kecil penjajah
di sana tempat tuan/puan menakar sejarah
sebagai cermin bahwa kita merdeka
dari jajahan belanda, tapi tidak pada orang kita.
tidak pada kita.
2023
Sehari Menuju Pulang
: Irman Hermawan
III
Sehari sebelum pulang;
tubuh telah diringkus
aroma-aroma ikan
dan kilau pasir
di tepi laut
telah berpantulan
di matanya
Ia kira kemarau di Jakarta
dapat memulangkan
kerinduan tanpa tara
dan dapat mengeringkan air mata
lalu mengubahnya menjadi sajak-sajak samudera
padahal buih telah mengalir di tidurnya
saat semua camar pulang ke rumahnya
ia hanya dapat mengira
ikan-ikan yang sedang bercinta
lalu menikah di bawah karang
hingga melahirkan anak-anaknya
untuk ditangkap oleh tangannya
lalu dipatrikan dalam ingatannya
ingatan semasa bocah dulu
saat tempurung kelapa dijadikan perahu
untuk menangkap badai yang paling pilu
derita paling sendu.
II
Sehari sebelum pulang;
ia telah liarkan kepalanya
menembusi ranting-ranting cemara
telinganya telah dimasuki kicau-kicau paling merdu
: bahwa besok adalah hari menuju ibu
tanah yang pertama kali mengenal darah
mengenal madu dari puting susunya
itulah Madura
setumpuk garam
dari hiasan rentetan batu, siwalan,
serta rindu paling ditunggu.
I
“barangkali inilah sajakku dari mataku
yang piatu menanggung ibu”
2023
Kita Akan Bertemu
Untuk Yuda Distira
Kita akan bertemu
seperti sajak yang bertamu pada kata-kata
saling menyiasati untuk kita eja momen paling purba
itukah aku, atau kau yang memulai canda paling rindu.
2023
Penulis
Sebelum ide-ide membombardir kepalanya
Tubuhnya telah diringkus sunyi
sedangkan nyawanya berceceran menjadi tinta
Menjelma kata hingga dia tetap ada, meski telah ti(a)da.
2023
Nyanyian Jiwa
Untuk Pamanku Diyanto
kau berdiri seperti pohon akasia
menampung angin yang mulia
sebelum seluruh tubuhmu dihaluskan
oleh bunyi jiwa
kau, pamanku, sedang menengadah
menghadang Cinta
dari gerak, melodi merasuk kalbu
adakah kesyahduan dalam dirinya?
hingga kau berputar memasuki semesta.
2023
Penulis:
Irman Hermawan. Lahir di Legung Timur, Sumenep, Madura 15 Oktober. Alumnus MA Lughatul Islamiyah. Bergiat di komunitas Damar Korong.