Puisi
Puisi Galuh Ayara

Puisi Galuh Ayara

Patung Lilin

di bawah lampu jalan
tubuhku beku seperti patung
tapi dadaku bergoncang

aku pernah pura-pura menjadi anak yang baik
yang tak pernah mencuri sepatu ayahnya,
anak kecil kesayangan pendeta di gereja dekat rel kereta

di bawah lampu jalan
tubuhku patung
atau lilin?
mati apinya dilahap hujan deras
lalu jiwaku berkelana pada puzzle-puzzle warna-warni
dan pada hawa dingin di lantai gereja
dan aku beku, tentu saja
jadi lupa caranya gelisah

di bawah lampu jalan
tubuh dewasaku habis

aku anak kecil berkuncir dua
yang berlari
mengejar langkah seorang lelaki
yang telanjang kaki

2023

Ruangan Luas Untuk Tidur

dalam mataku
kantuk seperti makhluk asing

tapi aku gemar terpejam
melihat seorang ibu yang tergesa
menuruni tangga stasiun
dan seorang lelaki yang habis menampar kekasihnya yang berdiri di lantai peron

lalu aku ada di sana
di tubuh seorang gadis kecil
yang menggigil
habis diserbu hujan
dan boneka beruangnya yang kuyup
mendadak sangat berat
hingga ia sibuk sendiri
dan lupa caranya menangisi kesialan;
commuter line yang pergi semakin cepat
lalu datang yang baru dengan wajah-wajah
yang tidak ia kenal

di mataku,
kantuk adalah makhluk asing
yang biasa mama sebut alien
yang ada di tempat amat jauh, katanya
hingga sulit kami jangkau
hingga sulit kami sentuh tangannya
hingga aku tidak tahu ia nyata atau tidak
seperti aku tidak tahu jejak seseorang
yang pernah sangat dekat
sebelum sangat jauh
hingga sulit aku jangkau
seperti alien itu yang entah ada di mana
seperti kantuk di mataku
seperti aku yang
tidak dikaribi siapa pun

seperti aku yang–
selalu berusaha tertidur tapi
aku lupa;
aku hanyalah makhluk asing yang berada di mimpi seorang kekasih yang sedang merobek tangannya

2023

Black Shade

kadang-kadang aku membayangkan
saat terantuk
di pahanya kepalaku tenggelam
tatapannya jatuh di wajahku
seperti hujan yang jatuh di hari terakhir
musim kemarau
lalu gembira tiba-tiba muncul begitu saja
seperti pahlawan di buku dongeng
yang mengalahkan monster dengan sangat
mengejutkan

sepanjang hidup aku tak pernah melihatnya tersenyum
sampai aku buta pada warna giginya
sampai aku buta
tak bisa melihat siang dan petang di–
wajahnya
sampai aku buta
tak bisa mengenali wujud kehilangan

2023

Memento Mori

mariage d’amor dan suara angin
pelan-pelan merangkul tubuhku yang jadi mirip iblis kecil
penuh derita
sehabis jatuh dan terluka
pada suatu senja yang pucat

aku membayangkan jarinya masih menempel di pipiku

lalu warna udara jadi hitam sekali

yang memelukku kemudian adalah
satu memori di sebuah senja
yang pucat atau putih?
seperti mori?

aku menatap punggung itu
sampai hilang
ditelan pintu commuter line parung panjang-kebayoran
yang sepi dan mencekam
seolah kereta itu bisu dan sedang sedih

seperti aku;
yang sibuk menatap senja pucat pasi itu
seolah menatap rupa kematian
yang lembut dan
melankolik

2023

Wisata Masa Lalu

masih kuhirup
kental bau tembakau
dan bau losmen
serta bau pohon pinus

lalu embun menguap di jendela kaca
kamar yang lembab habis musim hujan

sejak itu aku gemar menatap langit-langit di kamar itu
yang warnanya jadi gelap
amat gelap
seolah tidak ada langit lain di atasnya
seolah tidak ada gelap lain

kupahami kemudian;
ia adalah malam yang larut di hidupku
yang tak kenal kecup dan selimut
dan aku seperti jejak kecil
di belakangnya
yang tak pernah ingin ia tengok
atau barang sekedar
sadar,
aku pernah
ada
aku pernah sangat dekat
aku pernah
sangat ingin ia dekap

2023


Penulis:

Galuh Ayara, menulis cerpen dan puisi. Karyanya tersebar di media-media dan beberapa buku antologi. Pernah menjadi team mentor kelas puisi ( Kertas Digital ). Menulis buku “Nyanyian Origami” kumpulan cerpen, dan “Pohon Insomnia” kumpulan puisi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *