Puisi-puisi Lailatul Kiptiyah
barangkali pandanganku kepada Sumba
adalah cinta yang tak kenal
lelah dan sedih
oleh jarak dan titi mangsa
barangkali pandanganku kepada Sumba
adalah cinta yang tak kenal
lelah dan sedih
oleh jarak dan titi mangsa
Peta didedah berulang kali. Nama-nama
Kota dirapal sekian kali. Kemudian kita
Bergegas membawa sekoper perhitungan,
Setelah ratusan ribu jam impian disemai.
pengantar bagi sebaik-baiknya pengantar ialah
ia yang datang dengan selawat yang tak putus.
tiada arti buah tangan tanpa disertai doa, bukan?
umpama kata,
doa ialah kata di antara pilihan kata.
pilihan di antara segala pilihan.
seperti burung yang singgah sebentar
ia ingin tenggelam ke putihnya
putih tebing
sebab mengira kehitaman air mata
yang meluncur deras ini
mungkin akan memutih jua
Berkeping-keping doa kukirimkan
bagimu yang jauh dari tanah serambi
agar kau ingat kami yang senantiasa
berharap kepulanganmu;
menjenguk siapa yang masih merawat cinta.
Hanya kapal-kapal pesiar kecil
Bertolak dan merapat di dermaga
Di bawah jembatan baja (tidak dicat merah)
yang terbelintang sekeras keinginan
dan kebebasan. Melintaskan kendaraan berpacu
Melebihi arus Tamsui yang tenang.
udara juli yang merah
menyeret hemingway
ke ruang bawah tanah
berjumpa sahabat lama
Aku tahu ini sulit bagimu. Tetapi pun sulit bagiku. Tubuh yang dipotong-potong,
Dipatahkannya seratus sembilan puluh enam tulang secara bersamaan,
Menangis dan mengerang, meratapi sendirian nyawaku di tempat tidur.
tak ada burger atau pizza dengan keju mozzarella
pada lipatan ingatan masa kanak-kanakmu
lima potong tahu yang dicelup sambal petis itu
cukuplah untuk berdamai dengan lambungmu yang risau
segala yang gugur, pasti terkubur
benang-benang umur
yang tak bisa digulung
dan diulur