Puisi Joko Rabsodi
–apakah ini musim yang menelantarkan adam hawa
hingga anaknya saling membunuh demi satu keadilan;
–apakah ini musim yang menelantarkan adam hawa
hingga anaknya saling membunuh demi satu keadilan;
Rebana kayu nangka sudah menunggu kita.
Berdansa, mengitari masalalu di padang karbala.
Hasan dan Husain telah diabadikan:
di antara nadhom Al-Barzanj
TBC dan diabetes bertamu ke tubuh Emak
di sisa daging yang ada
beruntung—Emak masih bisa
menautkan benang linen dan rayon ke mata jarum doa
hingga koyak kebaya hidupnya terjahit
; apik dalam banjar garis marigold berbentuk bunga
Seseorang di luar puisi ini masuk ke dalam aku
Metafora yang tumpang-tindih bersusun
Seseorang di luar puisi masuk ke dalam aku
Menggurat isyarat pada sekujur badan
Ini bukan replika: tiang-tiang yang entah untuk apa
berdiri miring, bangunan yang juga tak jelas wujud
—tampak mangkrak
Air mata, sebenarnya adalah kabar baik yang dikepak-kepak sayap Jibril
ketika hendak berusaha menyuburkan ladang hatimu,
meski kehilangan selalu tak memberi pilihan
untuk mengucap ‘tidak’ pada siapapun.
Jakarta; gedung-gedung terbang. Kayu yang besi menopang tubuh lelaki
meja-meja bundar adalah manuver kerinduan; tentang dongeng si kancil
atau anak merapi sebelum meletusnya berita. Jakarta; menarik doa-doa
Riwayat Surga Pada taman ingatankau menghukum takdirsejak Dia mengusir ular dari surga Tapi busur panahku kunfayakuntiada lelah kuraut dengan pisau lidahmutirakatku pohon ketabahandalam perjalanan musafir mencari kitab damai Menggenggam nasibTuhan memperjalankan abadku di terik gurun pasirkuseru kau kuseru persuaan Hawa, datanglah tapi jangan bersama ularmereka mengotori sebilah tulang rusukkutitip pada kelahiran takdirmu Mari genapkanlah jalan inikubawakan kerinduan dalam pesan-Nya“Sesungguhnya Aku mengetahui […]
KEMATIAN TRUNAJAYA Ia tak tahuSitihinggil menunggunyadengan netra nyalang Ia hanya gemarmenengok masa silamyang mengekalkan kesedihan Di mahligai itufirasat menjeritdan nasib berganti kulit Tetapi maut tak pernahberdiri telanjang di hadapannya Ia cuma melihatbendera berkibar di atas sotohdan genderang jatuhdi kaki musuh Pada janji yang ditegakkanpucuk balabar menghunus azamdan 2 Januari yang marunberderai dari punggungnyayang berliang Di angkasa yang masygulpekik empat puluh […]
surya muram,
kehangatannya lindap di ketiak sejarah
dan air kemenungan sublim menguap
mengutuk kesaksian giri mahendra