Potret Ketimpangan Sosial yang Memprihatinkan

Selalu menarik dan berkesan bila saya membaca buku-buku cerita pendek (cerpen) bertemakan kritik sosial atau berbagai ketimpangan sosial di tengah masyarakat kita. Selain dapat menjadi sebuah refleksi juga membantu mengasah kepekaan kita terhadap kondisi masyarakat di sekitar kita. Buku karya penulis yang lahir di Rantau, Tapin, Kalimantan Selatan ini misalnya. Sebagian kisahnya dapat dijadikan bahan renungan bersama. 

Film: Sejarah dan Kekuasaan

Indonesia ketiban film sejak dulu. Bentangan sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan oleh faktor film-isasi. Kegairahan berfilm digembar-gemborkan beriringan dengan tutuntan zaman. Zaman-zaman awal kemerdekaan film-film berhamburan memenuhi bioskop-bioskop Indonesia. Film pun diharapkan mampu membentuk kepribadian dan cara pandang masyarakat mengenai politik, sejarah, dan budaya.

Mengusir Gulma, Menumbuhkan Keadilan

onflik agraria masih menjadi persoalan yang jamak didapati negara-negara Dunia Ketiga. Di dalam negeri sendiri, sengkarut antara masyarakat, tanah yang mereka tinggali, dan pemerintah atau perusahaan tertentu lebih sering menuai keuntungan sebelah pihak saja. Dalam kasus-kasus yang kita dapati selama ini, pihak masyarakat sekitar justru yang lebih sering memperolah kerugian.

Perempuan, Madura dan Sejumlah Cerita

Sebuah cerita, barangkali memang merupakan cuplikan dari realitas di sekeliling kita. Terkadang ada banyak hal yang lupur untuk dijemput namun ternyata dari kisah-kisah yang berdatangan beberapanya kerapkali membuat kita kecut. Memang dengan membacanya, kita acap mendapati sejumlah pertanyaan baru; ihwal kenyataan tersebut—mengapa hal semacam itu bisa terjadi dan dekat dengan keseharian kita?

Kliping Sayembara dalam Majalah Sastra

Sejak dulu, Sapardi Djoko Damono meyakini bahwa keberadaan sayembara dapat memajukan sastra. Hal itu merupakan respons perihal maraknya sayembara yang digelar berbagai pihak, mulai dari novel, cerpen, puisi, hingga naskah drama. Keberadaan sayembara memang mewarnai perjalanan sastra Indonesia. Agaknya itulah yang dipahami Bandung Mawardi sehingga ia mengumpulkan lembaran saksi sejarah berupa majalah yang memuat penyelenggaraan sayembara.

Menengok Sumur Melalui Kacamata Sastra Hijau

Sumur menjadi judul buku karya Eka Kurniawan terbaru, karyanya fiksinya setelah kali terakhir ia merilis “O (Sebuah Novel)” yang terbit pertama tahun 2016. Eka bukannya absen sama sekali dalam hal menerbitkan karyanya, sebab dua tahun terakhir ia hadir di dalam buku kumpulan esainya “Senyap yang Lebih Nyaring (2019)” dan “Usah Menulis Silsilah Bacaan (2020)”. Dua buku itu diterbitkan oleh Penerbit Circa, salah satu penerbit indie di Yogyakarta.

Darah Kuli Asia di Suriname

Permulaan Sebuah Musim Baru di Suriname, novel berhalaman tipis, hanya 172 halaman, hasil kreatif Koko Hendri Lubis. Bertitimangsa Jakarta, Den Haag, Medan, 2016-2018. Isinya membuka wawasan pembaca akan zalim dan kejinya kekuasaan. Tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Nusantara, begitu juga di Suriname.

Upaya Melestarikan Bahasa Indonesia

Selain bahasa daerah, bahasa Indonesia termasuk bahasa yang semestinya terus dilestarikan khususnya oleh para generasi muda bangsa. Jangan sampai kita sebagai orang Indonesia malah merasa “lebih bangga” menggunakan bahasa asing padahal posisi kita sedang berada di tanah kelahiran sendiri. Menguasai banyak bahasa memang penting, terlebih bagi mereka yang sering bepergian ke luar negeri. Namun keasyikan mempelajari bahasa asing jangan sampai membuat kita lupa dan abai untuk mempelajari bahasa ibu kita sendiri. Jangan sampai bahasa Indonesia punah dan tergantikan oleh bahasa lain.