Mengulik Jiwa Peradaban

Rumah Mungil di Kampung Terpencil

Ibu memberiku rumah mungil di sebuah kampung terpencil. Rumah yang aku tinggali bersama Jimnun. Orang kampung hanya tahu, di rumah itu tinggal seorang perempuan perawan. Rumah yang lampunya selalu remang-remang dan beraroma wangi dupa. Aroma yang disukai Jimnun, kekasihku. Kekasih yang aku temui dari kesepian panjang dan berlarat-larat.

Puisi Anindita Buyung

Nama Setiap pagi kau menjelma beritamengenai masa lalu yang tinggaldi belakang kepala.Sementara koran yang kubaca masih hangatseperti secangkir kopi dan singkong rebus,yang kebul asapnya adalah rinduyang segera menguap ke udara. Di atas meja itu rindu segera tersesatmencari kabar kepulanganmudi lautan kata-kata.Pada koran yang terbuka, di dalamnyakupercaya ada jarak yang sulit dilipat. Kopi yang lekas saja kuseruput pahit sepinyameneteskan noktah hitamtepat […]

Identitas Sastra dan Hibrida Kultural

GENERASI baru sastra Indonesia mencipta teks sastra dengan kegelisahan yang menandai pencarian “identitas sastra” zamannya. Memang mereka masih berobsesi pada  mitos dalam penciptaan teks sastra. Kekuatan mitos itu pula tercermin dalam novel Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga (Kepustakaan Populer Gramedia, 2021), pemenenang ketiga Sayembara Novel DKJ 2019, yang kemudian terpilih sebagai novel terbaik Kusala Sastra 2021. Novel ini kuyup dengan mitos, menyingkap pergolakan batin melawan hegemoni kekuasaan kolonial dan bangsa sendiri.

Bakul Tomat Nyalawadi

Hawane  sumuk banget dina iki. Takdeleng jam sing cumanthel ing tembok wis nuduhake angka sewelas luwih, tibake wis manjing Luhur. Upama ibu ora nimbali  paling aku isih nglamun ing kene karo drodosan luh ngrasakne larane awakku sing wis ora karuwan iki, mati ra mati urip ora urip. Taklakokne alon-alon kursi rodha  sing tansah setya ngancani dina-dinaku kang mrihatinake. Aku metu marani ibu sing sajak gayeng ngendikan neng latar, mbuh karo sapa.