Mengulik Jiwa Peradaban

Anatomi Kegilaan

KEPADA semua orang, Suminten berkata bahwa urat-urat setiap daun di Ponorogo melukiskan paras Subroto, keras bebatuan menyimpan lekuk liku tubuh Subroto, matahari tidak terbit kecuali untuk menyinari Subroto, bulan dan bintang mendapat cahaya dari pancaran pesona Subroto, hujan turun untuk membelai Subroto, udara segar berkat dengus napas Subroto, dan seterusnya. Namun semua orang tahu bahwa Suminten tidak pernah bertemu atau melihat langsung Subroto.

Kuni dan Dua Hilya

KUNI seakan tidak percaya rumah tangganya yang baru berjalan dua tahun bubar di tengah jalan. Demikian juga dia tidak percaya atas tabiat lelaki yang menjadi suaminya, tega menyakiti dirinya. Masalah itu bermula saat suaminya mengetahui hasil tes lab atas diri Kuni yang dinyatakan mandul. Tak lama setelahnya, tanpa meminta pertimbangan Kuni, tiba-tiba suaminya membawa pulang perempuan lain yang ingin dijadikan istri.

Obituarium Paria

Di tangan Amanda Stronza, maut tampil dengan sentuhan estetis. Antropolog lingkungan dan fotografer Amrik tersebut kerap memberikan penghormatan pamungkas kepada jasad hewan-hewan yang ditemukannya dengan ornamen floral. Kita bisa menyaksikan ketakziman tak lazim itu di akun instagramnya yang selalu dihujani apresiasi warganet.

Menengok Sumur Melalui Kacamata Sastra Hijau

Sumur menjadi judul buku karya Eka Kurniawan terbaru, karyanya fiksinya setelah kali terakhir ia merilis “O (Sebuah Novel)” yang terbit pertama tahun 2016. Eka bukannya absen sama sekali dalam hal menerbitkan karyanya, sebab dua tahun terakhir ia hadir di dalam buku kumpulan esainya “Senyap yang Lebih Nyaring (2019)” dan “Usah Menulis Silsilah Bacaan (2020)”. Dua buku itu diterbitkan oleh Penerbit Circa, salah satu penerbit indie di Yogyakarta.

Empati Kultural Puisi Toeti Heraty

SAYA tulis esai singkat ini dari sudut pandang lain mengenai puisi-puisi Toeti Heraty yang dikenal sebagai tokoh feminis. Kancah perhatian esai ini pada puisi-puisinya yang berempati pada peristiwa kultural. Tentu saja menarik memperbincangkan puisi-puisi dengan empati kultural, karena ia memilki kekuatan sudut pandangnya sendiri sebagai penyair kontemporer.