Seksualitas di Tanah Konflik

Jika ditanya apa yang paling menyenangkan dari membaca sebuah novel, saya akan menjawab kesegaran dalam ceritanya. Kesegaran itu bisa berupa apa saja: bisa sudut pandang, bisa gagasan, atau bisa juga teknik penceritaan. Sebagai sebuah novel, Tak Ada Embusan Angin belum bisa dibilang memiliki teknik penceritaannya juga tidak istimewa. Namun, gagasan yang ditawarkannya tak seperti kebanyakan cerita serupa.

Nahi Mungkar Jatuh Cinta

NAHI Mungkar duduk di sofa dengan gelisah. Ia terlihat seperti terpidana mati yang menunggu giliran eksekusi. Kakinya mendepak-depak lantai, jantungnya berdebar-debar tak karuan, dan pakaiannya basah oleh keringat. Padahal, cuaca saat itu sedang dingin-dinginnya. Seperti halnya setiap orang yang akan melakukan sesuatu untuk pertama kali, Nahi dibekap ragu atas apa yang hendak dilakukannya. Ia berkali-kali berpikir untuk pulang, membatalkan niatnya melepas keperjakaannya dengan seorang gadis yang tidak lagi gadis. Namun, ketika ia menoleh ke belakang, ia seperti melihat wajah mengejek teman-temannya yang tadi mengantarnya ke tempat ini.

Lapisan-Lapisan Makna dalam Sesudu Senyum-Senyum

Sebenarnya tidak ada yang baru dari cerpen Sesudu Senyum-Senyum karya Sasti Gotama yang terbit di Kompas (3/4/22). Jika kita buang setting dan gaya tutur yang membuat nuansa Maluku begitu terasa, cerita dalam cerpen ini semata adalah cerita cinta. Lebih spesifik lagi cerita cinta yang berakhir tragedi. Sudah terlalu banyak kisah cinta antara dua insan beda jenis kelamin yang ditutup dengan akhir yang tragis.

Gosip sebagai Strategi Penceritaan

Dalam menilik sebuah cerita, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni cerita dan penceritaan. Biasanya cerita dinilai bagus atau tidaknya. Namun, menilai sebuah cerita bagus atau tidak rasanya kurang pas. Bagus adalah kata sifat, dan segala kata sifat itu abstrak. Karenanya, indikator untuk menilainya menjadi tidak jelas. Lagi pula bagus atau tidaknya sebuah cerita seringkali berhubungan dengan selera.

Muazin yang Mendobrak Kemapanan

Dalam menulis cerpen ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, bobot cerita dan bobot penceritaan. Kebanyakan penulis terlalu fokus pada yang pertama, namun kurang dalam menggarap yang kedua. Akibatnya plot dalam ceritanya menjadi biasa, perwatakan miskin, ceritanya penuh drama demi mengejar konflik, dan lain sebagainya. Mereka lupa bahwa cerpen sebagai genre dalam sastra adalah seni bercerita. Bukan hanya ceritanya saja yang perlu diperhatikan, tapi bagaimana cerita itu disampaikan.

Tes Wawasan Kebangsaan

“RASAIN lu!” umpat Romlah begitu mendengar Angelina salah ucap. Salah ucap itu terjadi dalam ajang kompetisi untuk para perempuan cantik dengan jargon 3B: Brain, Beauty, Behaviour. Ketika itu salah satu dewan juri meminta Angelina menyebutkan sila-sila dalam Pancasila untuk mengetes wawasan kebangsaannya. Tanpa masalah ia berhasil menyebutkan sila pertama sampai ketiga. Namun, begitu ia menyebut sila keempat yang agak panjang, mendadak lidahnya kelu, ruangan sekitar dirasainya berputar, kemudian lidahnya terpleset ketika menyebut sila keempat, dan ia pun tercebur dalam jurang malu.