Misteri Hutan Gantungan

SUDAH tiga hari Dukuh Kali Banteng diliputi kengerian. Bagai desa mati yang tidak berpenghuni, suasana tampak begitu sepi. Terlebih jika matahari sudah terbenam suasana desa terasa mencekam. Jika berjalan seorang diri seperti ada yang mengawasi, membuntuti, kadang-kadang menemani.

Teror

“Tidak kawan. Itu guyonan. Lihatlah, ini hanya patung lilin.” Marto menenteng kepalanya sendiri di atas meja. Dilempar-lemparkannya ke atas gelondongan itu seperti bola kasti. 

Nahi Mungkar Jatuh Cinta

NAHI Mungkar duduk di sofa dengan gelisah. Ia terlihat seperti terpidana mati yang menunggu giliran eksekusi. Kakinya mendepak-depak lantai, jantungnya berdebar-debar tak karuan, dan pakaiannya basah oleh keringat. Padahal, cuaca saat itu sedang dingin-dinginnya. Seperti halnya setiap orang yang akan melakukan sesuatu untuk pertama kali, Nahi dibekap ragu atas apa yang hendak dilakukannya. Ia berkali-kali berpikir untuk pulang, membatalkan niatnya melepas keperjakaannya dengan seorang gadis yang tidak lagi gadis. Namun, ketika ia menoleh ke belakang, ia seperti melihat wajah mengejek teman-temannya yang tadi mengantarnya ke tempat ini.

Sisa Bangga

Sadikun tak hanya lega, tapi juga haru. Ia telah menyelesaikan tugasnya sebagai guru. Tiga puluh lima tahun bukan waktu yang singkat untuk membagi ilmu. Baginya, yang diidamkan tidak sekadar rampung menjalankan tugas. Ia akan merasa puas jika selama mengemban amanah sebagai pegawai negeri sipil tak pernah tersandung kasus, termasuk korupsi. Apalagi sampai masuk bui.

Tidak Bisa Menangis

Dasta menghentikan langkahnya, namun tidak lantas melihat ke arah Haki, “Mungkin kau pernah melakukan sesuatu hingga membuat orang lain menangis hebat. Sesuatu itu mungkin bisa dibilang sebuah kesalahan yang tak termaafkan, dan selama ini kau sengaja tak menyelesaikannya, bahkan mungkin sengaja menyembunyikan, dan hal itu berakibat jiwamu tak pernah bisa rehat. Dan satu-satunya agar jiwamu terselamatkan dan tenang, kau harus berani menyelesaikan masalahmu itu.” Usai mengatakan itu, Dasta berlalu.

Kutukan Bapak

SAAT-Saat ini, ibu muda yang mantan bunga desa, setiap hari harus melaporkan pada suaminya, apa saja kejadian penting yang terjadi sejak pagi, dimulai dari suaminya berangkat kerja sampai datang lagi di rumah. Yang dilaporkan, antara lain yang menyangkut satu pohon lengkeng yang dimiliki yang sedang berbuah yang berdampingan dengan pohon nangka. Suatu pagi ibu muda itu mengepel lantai teras depan […]