Pesan Peringatan

Namun Rewin tak menunggu jam delapan. Ia menjinjing tas misterius itu dengan kecemasan menggumpal di dadanya. Ia berjalan terburu-buru menuju rumah. Sepatu olahraganya tampak mengilat disapu cahaya pagi. Bunyi ketukan tak teratur berderak dari balik telapak sepatu.

Rumah Mungil di Kampung Terpencil

Ibu memberiku rumah mungil di sebuah kampung terpencil. Rumah yang aku tinggali bersama Jimnun. Orang kampung hanya tahu, di rumah itu tinggal seorang perempuan perawan. Rumah yang lampunya selalu remang-remang dan beraroma wangi dupa. Aroma yang disukai Jimnun, kekasihku. Kekasih yang aku temui dari kesepian panjang dan berlarat-larat.

Buka

Hujan bahagia basahi tenda putih biru persegi itu. Semua orang bungah. Pagar ayu telah siap dengan gaun maron dan bunga tempel di kerudung, para tetangga sigap membantu ke sana-sini, dua hansip berkumis kelabu membenahi sabuknya siap berjaga.

Tabu

Lengan kekar secara reflek mengayun ke arah pipi gadis muda itu. Sontak, si gadis terduduk memegangi pipinya yang panas. Air matanya menggenang menahan sabak yang meruak. Namun demikian, hatinya lebih gusar menerima perlakuan kasar dari laki-laki itu.

Rumah Abu-Abu dan PI

Sering timbul pertanyaan dalam benakku pada Ferdian, namun pertanyaan-pertanyaan itu tak mampu aku lontarkan, lalu semua seperti menjadi teka-teki yang cukup menghantui sepanjang pertemanan kami, hingga akhirnya aku ingin mengungkapnya sendiri.