Balada Rokok
“Impotensi, Bu? Coba ingat-ingat, apa selama ini Bapak kurang perkasa saat berhubu…,”
“Impotensi, Bu? Coba ingat-ingat, apa selama ini Bapak kurang perkasa saat berhubu…,”
INI pertemuan kita yang kedua puluh dan kata-katamu masih membuatku malu. Meskipun begitu, rasa senang pelan-pelan menyusup dalam rongga dadaku. “Kesal? Untuk apa? Bukankah aku milikmu?” Kukibaskan titik-titik gerimis yang kau cemburui agar kerut di keningmu segera pergi. Berhasil. Kau tertawa. Suara tawa itu agak tertahan. Khas, mengingatkanku pada suara tutup kaleng minuman soda saat dibuka. Mungkin karena aku sangat […]
Pagi itu ketika Amin tiba-tiba muncul di pintu rumah, Rahma sedang menyapu di ruang tamu, dan gadis itu kaget bukan main karena mengira sedang berhadapan dengan hantu. Dia berteriak-teriak ketakutan.
Malam itu saya pulang agak malam dari biasanya. Lantaran anjing milik Pak Warnogu, tetangga saya, menyalak 2 kali, saya tahu itu berarti pukul 2 pagi. Memang anjing itu sebagai penanda waktu, banyak orang kami menyebut anjing itu dengan nama Tawalam, atau tanda waktu malam.
“Sudah! Sudah, Bang!” seru perampok yang satunya. Keluar dari kamar Hariani dengan membawa sebuah benda yang terbungkus kain merah dan segepok uang lima puluh ribuan.
MAWAR itu teronggok di atas meja, dan itu pula yang pertama kali dilihatnya tatkala kelopak matanya terbuka. Pagi yang sebenarnya sudah agak terlambat. Madam Anna terkejut. Belum sepenuhnya sadar, ia mencoba mengingat, apakah semalam seorang tamu datang dengan sebuket bunga?
Friedrich Yah berjalan menembus kerasnya badai. Ia membiarkan tubuhnya yang gendut itu diterpa angin berair, juga membiarkan orang-orang yang bersembunyi di balik jendela rumah mereka memaki-makinya sebagai iblis.
“Enak ya tinggal di rumah besar. Tapi sayang, kok gordennya tidak terpasang? Percuma dong jadi orang kaya, beli gorden saja tidak mampu,”
RUKAYAH terjaga dari tidur. Ini malam keempat ia mendengar suara perempuan bersenandung dari arah pohon sawo di depan rumah. Ia turun dari ranjang, lalu berjalan berjingkat mendekati jendela kamar. Ia menyingkap sedikit tirai jendela dan megintip ke luar. Malam gulita dan ia tak melihat satu sosok pun di sekitar pohon tinggi dan rindang itu. Suara senandung itu pun tiada terdengar lagi.
KEMARIN sore, Badik menerima sebuah pesan singkat dari Ripai: Badik, segera ke rumah! PENTING. Ini kali kedua Badik mendapatkan pesan singkat dari pamannya itu. Dua tahun lalu—Badik masih mengingatnya dengan terang, pesan yang hampir serupa mampir di gawainya: Badik, segera ke penjara! PENTING. Dari balik jeruji yang memisahkan tahanan dengan pengunjung, Ripai menemui Badik dengan alis yang menyatu dan tangan […]