Mengubur Abu Ibu
ADA hutang yang tak akan pernah terbayar bila aku mendengar tentang kematian seseorang. Aku tidak sempat memberikan penghormatan yang cukup kepada almarhum Bapak, lebih tepatnya bapak mertua, ketika beliau wafat.
ADA hutang yang tak akan pernah terbayar bila aku mendengar tentang kematian seseorang. Aku tidak sempat memberikan penghormatan yang cukup kepada almarhum Bapak, lebih tepatnya bapak mertua, ketika beliau wafat.
Sunyi Di Kota Gulang _Osip Mandelistam Setelah sunyi di hari pertama mengapungDi Sebria tampak waktuMenunggu kelahiran baru. Mungkin ombak terjebak dalam kekecewaanDengan keberhasilan kerangHinggap di karang. Sedepa kemudian, sebelum kau mabukDi suatu kepalsuan bernada ringkih, seperti merahAnggur menampih ilusi seamis darah. Padahal semalamMimpi buruk turun ke teras rumahMenemui tamu, melayaninya seramah rindu. Selalu dendam yang kau puja,Meski di langitBintang cuma […]
Maka dengarkan kisah sabana.
Sebab malam-malam kuhabiskan berdansa dengannya.
Melewati angin, pohon-pohon akasia, batu-batu mulia,
serta desir-kepak sayap malaikat.
Seharusnya Celia Sanchez masih hidup, meski tarian mambo dan rumba tak lagi dimainkannya. Kota Media Luna begitu kecil untuk mencatat riwayatnya, tetapi biarkanlah sejarah yang mencatatnya. Celia Sanchez tak pernah mengingkari takdir ketika dia harus hidup di lingkungan rakyat miskin, hidup itu memang sebuah pilihan. Baginya pilihan menjadi revolusioner untuk memerangi imperialisme adalah sebuah martabat tertinggi untuk negara.
Barangkali kematian bukan sewarna minuman
anggur persembahan pemberian para raksasa
kepadamu,
sehingga ketika meneguknya kau tidak seperti merasa
kegelisahan mengalir di tubuhmu.
Lelaki paruh baya itu memonyongkan bibir, menciptakan bunyi siulan nyaring, persis seperti yang pernah dia lakukan kala menggoda Ibu sewaktu masih perawan dulu. Bedanya, kali ini bukan Ibu yang dibuat tersipu malu olehnya.
Kesunyian lantas menjadi jeda kami berdua. Bahkan ketika perempuan itu pamit pulang, aku sama sekali tak menanggapinya. Kubiarkan saja perempuan itu meninggalkan rumahku dengan tetesan air mata.
Kami menyambutmu
di pesisir Bangkalan sebagai sunan
yang membawa Nur Muhammad
dari lidah Adityawarman.
Sunare baskara saka brang wetan
Angete mrambat sajroning sukma
Ngaras saranduning sarira
Kang lagi tapa brata golek pangupa jiwa
Tangga kiwa-tengene padha kresah-kresuh. Sing dirembug ora liya ngenani swara tangis sing wis pirang-pirang bengi tansah keprungu. Asale saka papan sing ajeg, omahe Mbah Sun.