Puisi Jamaludin GmSas
Telinga mereka disulap seperti
air pusaran. Ada banyak yang
mesti dihisap ke dasar ingatan
yang sesak penuh hafalan.
Mereka lupa cara bertanya
Telinga mereka disulap seperti
air pusaran. Ada banyak yang
mesti dihisap ke dasar ingatan
yang sesak penuh hafalan.
Mereka lupa cara bertanya
Sekali waktu, aku menemukan pemikiran ibu
tertulis rapi di lembar-lembar buku tua
di mana ibu, menyuruhku memelihara ingin
dalam saku baju sekolah dalam bentuk rupiah
sebab ibu tahu, aku kerap berkidung lapar
rindu membeli sesuatu.
Sejak Juli 1995, hujan masih terus pecah ke Srebrenica dan Sarajevo.
Sebuah tugu peringatan, dan aroma luka tanah Potocari
telah sama-sama meneruskan kesedihan
Kita selalu
meninggalkan jejak:
pada dinding-dinding,
pada pintu-pintu yang tertutup.
Kemurnian langit masih sudi menurunkan hujan deras pada tanah.
Mata malam: sepasang karnivora yang mengintai anak domba,
bagai tikaman pada pengurbanan tanah lembah yang
berubah merah,
Di pucuk Daun Kencana
aku takzim dan salik
di sir batas terang dan gelap.
sebab kemiskinan sering
berdering di saluran listrik.
maka setrika tidak boleh
dinyalakan.
derasnya napas
dari tubuh yang gelap
endapan penantian
Di Kanal Amsterdam; Liga Hansa Sebelum perdagangan ituKota ini menjerit, kota ini menangisSakramen Maha Kudus di Kalverstraat Jadi jalan sunyiJadi tempat-tempat mati Tak ada peziarahTangan-tangan Protestan lahir Setelah Stille Omgang berdiri di bumi AmsterdamSetelah tempat ini menaiki ketinggian Tapi setelah ituSetelah perdagangan ituTempat ini menyala, tempat ini berlumur cinta Rumah Sirriyana, 2022 Tentang Ophelia Di waktu yang tak tersentuh ituKau […]
sepasang janur menyingkap tabir kesucian
dua insan yang telah ingin dilepas pada simpuh sungkem
agar damai mengembara takdir di anyar dermaga.