Puisi Nafiabe
Sejak Juli 1995, hujan masih terus pecah ke Srebrenica dan Sarajevo.
Sebuah tugu peringatan, dan aroma luka tanah Potocari
telah sama-sama meneruskan kesedihan
Sejak Juli 1995, hujan masih terus pecah ke Srebrenica dan Sarajevo.
Sebuah tugu peringatan, dan aroma luka tanah Potocari
telah sama-sama meneruskan kesedihan
Untuk merayakan pandemi yang dianggap sudah bisa dikendalikan, pemerintah membuka kembali sebuah loket di Stasiun Tugu Yogyakarta yang pernah menjadi istimewa di zamannya. Ya, istimewa. Loket tersebut pernah menjadikan masyarakat heboh pada tahun 1998.
Kemurnian langit masih sudi menurunkan hujan deras pada tanah.
Mata malam: sepasang karnivora yang mengintai anak domba,
bagai tikaman pada pengurbanan tanah lembah yang
berubah merah,
SEJAK kena pehaka, saya sulit mendapat pekerjaan lagi. Pengalaman kerja sebagai office-boy tak banyak menolong untuk mendapat pekerjaan lagi. Padahal saya tidak melamar dengan posisi yang lebih tinggi. Menjadi staf administrasi, misalnya.
Semampir sinandhang sampur
Sinawang kraket sumadulur
Samya sulur sung sembur tutur
Sumela jroning sotya sinangling
Karo ngemplok sega aku duwe panemu arep metu bae golek hawa njaba. Aku kelingan panggonan ngopi jaman dhisik sadurunge rabi. Biasane aku nyepi neng angkringan sapinggire alas arah lereng gunung Wilis. Ing kono akeh angkringan kari milih menune. Sapa maneh sing arep ngrabuk kabagyan yen dudu awake dhewe. Arep takrabuk nyawaku kanthi caraku dhewe.
Slilit. Barang sauprit sing senengane nylempit. Manggon ing sel-selane untu. Angger manjing ing untu mburi lan nancep gusi asring mbilaheni. Gusi abuh kena infeksi. Rasane clekat-clekit. Mahanani lara untu, banjur krasa cekot cekot. Slilit pancel nganyelake. Didudut angel. Dilalekna gawe perkara sing rumit. Mula slilit kudu dibuwang. Ing warung sate mesthi ana sogok untu. Wujude memper biting. Pucuke digawe lancip. Bubar mangan terus nyogroki slilit nganti tuntas ilang. Slilit ilang rasane plong, kaya lunas utange.
Sebelum seseorang itu pergi,
ia sempatkan untuk menjemur
beberapa lembar pakaian
yang telah ia cuci.
Digantungnya satu per-satu
di suatu tempat
NAMA saya Nurdin Sambo. Siapa pula yang tidak mengenal saya. Semua orang tahu bahwa saya ini tak lain dan tak bukan adalah patriot, pejuang dan pembela negeri dan tanah air ini. Buku-buku sejarah perlu mencatat itu. Mengapa tidak? Dulu, di zaman Pak Harto, ketika upacara akan dimulai pada Pk. 09.00, sejak Pk. 08.00 saya sudah berada di lapangan.
sedalam-dalam tubuhku lebih dalam dukamu.
kami menggigil di dasarnya seperti kisah yang
belum berakhir. terpenggal beberapa episode.
menggumpal di mata yang menggugurkan duka.