Puisi Saefudin Muhamad
tapi di matanya
tak ada airmata negara,
sebab negara menjelma
sosok yang maskulin
tapi di matanya
tak ada airmata negara,
sebab negara menjelma
sosok yang maskulin
Seharusnya Celia Sanchez masih hidup, meski tarian mambo dan rumba tak lagi dimainkannya. Kota Media Luna begitu kecil untuk mencatat riwayatnya, tetapi biarkanlah sejarah yang mencatatnya. Celia Sanchez tak pernah mengingkari takdir ketika dia harus hidup di lingkungan rakyat miskin, hidup itu memang sebuah pilihan. Baginya pilihan menjadi revolusioner untuk memerangi imperialisme adalah sebuah martabat tertinggi untuk negara.
menapaki jalan-jalan
sunyi dalam diri
dengan pedati
hingga nyawiji
Tentu saja kehadiran orang tua itu mengundang media-media besar di kota itu untuk meliputnya. Telah lama mereka tak melihat wajah yang menua. Dan ia mati dalam damai, meski tubuhnya dikerubungi lalat dan menggeluarkan belatung.
ia ingin mati dan hidup sekali lagi.
adakalanya mereka semua akan mengerti
bahwa ini adalah sebuah kekalahan
dari keinginan yang terlalu berlebihan.
Perempuan itu semula diam. Tidak tertarik menjawab pertanyaan yang diajukan polisi itu. Namun, dia tidak kuasa bisa bertahan. Semakin dia membisu, keadaannya akan sangat buruk.
Lelaki paruh baya itu memonyongkan bibir, menciptakan bunyi siulan nyaring, persis seperti yang pernah dia lakukan kala menggoda Ibu sewaktu masih perawan dulu. Bedanya, kali ini bukan Ibu yang dibuat tersipu malu olehnya.
Kesunyian lantas menjadi jeda kami berdua. Bahkan ketika perempuan itu pamit pulang, aku sama sekali tak menanggapinya. Kubiarkan saja perempuan itu meninggalkan rumahku dengan tetesan air mata.
Tangga kiwa-tengene padha kresah-kresuh. Sing dirembug ora liya ngenani swara tangis sing wis pirang-pirang bengi tansah keprungu. Asale saka papan sing ajeg, omahe Mbah Sun.
BERTAHUN-TAHUN perjalanan kami tak kunjung usai. Sebagian besar anggota putus asa dan keluar dan memulai hidup baru di kota-kota kecil yang kami singgahi; menikah di sana dan mungkin memiliki banyak anak.