Puisi
Puisi Polanco S. Achri

Puisi Polanco S. Achri

Kota Tua 408 SM / Kota Sunyi 2020 M

Anjing-anjing liar yang biasa menyantap-lahap mayat kini bergeming:
memilih jauhiraga tanpa nyawa yang terlalu diam betah berbaring.
Burung-burung gagak, yang senantiasa bawakan ngeri kala mengepak,
memilihjauhi tubuh-tubuh merana, yang tak mampu lagi bergerak.

Dada seperti dihimpit, dan berkata-berucap terasa begitu sulit;
seolah di dada ada iblis yang menjepit, tiada mampu ucap sakit.
Ingin hati sampaikan nasib dalam singkat gubahan rima-sajak,
tetapi sebait saja terasa amatlahberat, napas terasa begitu sesak.

(2020—2021)

Sepotong Adegan Epik Yunani
tentang Wabah dalam 1 Kuatren

Seorang pendeta meminta kepada pemimpin negerinya,
supaya mengembalikan seorang ayu perempuan yang ditawan.
Akan tetapi, lelaki bernama Agamemon itu menolaknya,
dan pendeta Chryses berdoa kepada dewa agar turun hukuman.

(2020)

Kepada Gulen

[129M—Pengumon]:
Ada tabu yang melarang untuk membedah tubuh manusia,
larangan membedah jagat yang tetap begitu luas mahanya.
Ditakutkan serentetan kenangan berhamburan ke angkasa,
dan serangkaian harapan akan membasahi seluruh ibukota.

(2020)

Ratap Seorang Warga Thebes Selepas Kepergian Oidipus

Mungkin dewa-dewa di atas gunung memang kesepian,
merasa selalu murung dan terjebak serangkaian perumpamaan.
Lantas, diutuslah pahlawan yang begitu agung tetapi sendirian;
menjadi tontonan yang murung sebelum diberi kutukan.

(2020)

Oidipus

===
Adapun diriku hanya pahlawan di satu bagian, di beberapa buah adegan,
yang mana di halaman-halaman setelahnya diriku—entah oleh apa
ataupun siapa—didakwa sebagai musuh negara, pengkhianat janji-setia,
atau sederhananya: pembawa malapetaka. Dan, kini, ketika berdiri
di depan gerbang kota-negeri, diriku pun membenarkan ucapan itu:
Tanah asing . . . memanglah pilihan terbaik, guna jadi tempat berbaring.

===

Lakon-cerita dibuka dengan wabah yang menyerang kota
menyakiti bukan hanya manusia—tapi juga tumbuhan dan ternak,
serta segala yang bernyawa dan berbiak. Maka, Raja Oidipus
yang memecahkan teka-teki dengan isi kepala,
yang menyirnakan derita dari makhluk Spinx bernama,
dipinta seluruh warga supaya atasi dan hentikan segala derita
dan juga nestapa yang dikirim oleh dewa-dewa
sebab—kata salah seorang pemuka agama—semua itu
bersumber-berasal daripada suatu dosa.
Seorang raja pun menjadi penyelidik yang menelusuri bukti-bukti,
dan berusaha pecahkan serangkaian teka-teki yang dewa dan nasib beri,
yang ternyata bersangkut paut pula dengan diri sendiri.
Maka, setelah semua lengkap dan jua genap,
berkatalah Sang raja tanpa gagap mengucap:
Setelah menelusuri teka-teki, dan serentetan bukti-bukti,
aku kini menyadari, bahwa tersangka itu ialah aku sendiri!
Seorang hakim-raja mesti menghukum dirinya sendiri.
Betapa aku menyelamatkan kota ini, agar seluruhnya nanti
menjauhi, dan berkata bahwa akulah penyebab derita ini;
aku membebaskan negeri, hanya untuk bisa diusir pergi.

===

Selepas berpisah dengan anak-anak kesayangan, Antigone dan jua Ismine,
di sebuah jalan, Oidipus berhenti, lantas mengangkat kepala ke arah angkasa.
Oidipus sudah buta, sudah menghunjam sepasang mata dengan peniti duka,
sehingga yang dilakukannya ialah tanda: meratapi nasib juga bertanya-tanya.
Diucapkannya:
Oh, Teirisias, aku sudah buta—
dan kian jelas melihat semua-segala:
alasan mengapa manusia menderita
Ah! jika nanti, di depan sana, atau di jauh sana,
sebelum gerbang neraka, ada seorang penyair
menawarkan sepasang mata,
atau hanya sebelah sahaja, oh,Teirisias,
apakah mesti kuterima, atau kutolak sahaja?

===

Di dalam sebuah mimpi, selepas menghunjam jarum istri di mata sendiri,
Oidipus bertemu kembali dengan Spinx yang dahulu memberi teka-teki.
Kini, Spinx hanya terdiam, memandangi Oidipus yang berdiri,
tiada berkata ataupun menyenandungkan sebuah teka-teki;
Oidipuslah yang berkata lebih dulu:
Ramalan hadir sebagai teka-teki, tetapi hanya sedikit yang mengerti;
sedangkan kau mengatakan teka-teki yang sejatinya adalah ramalan
—bahkan kenyataan. Adapun pertanyaanmu, apa pun teka-teki
yang terlontar darimu, jawabannya satu dan sama, bukan, Spinx?
Pagi 4 kaki, siang 2 kaki, senja 3 kaki; atau
dua kaki, lantas empat, lantas tiga; tetaplah sama jawabannya, kan?
Jawabannya: Adalah aku, manusia ini, Oidipus yang kini buta.
Maka, Spinx berganti ujud: menjadi seorang perempuan yang utuh dan ayu.
Di dalam sebuah mimpi, Oidipus bercinta dengannya! Dalam desah,
Spinx berkata:
Tiada teka-teki dari dewa-dewi di sini . . . tiada teka-teki.

(2020—2021)


Penulis:
Polanco S. Achri
, lahir dan tinggal di Yogyakarta. Seorang lulusan jurusan sastra yang kini menjadi seorang pengajar di sebuah sekolah menengah kejuruan di Sleman. Menulis prosa-fiksi dan drama, serta esai pendek. Adapun, beberapa tulisannya tersebar di media, baik cetak maupun daring. Dapat dihubungi melalui Facebook: Polanco Surya Achri dan/atau Instagram: polanco_achri.

1 thought on “Puisi Polanco S. Achri

    • […] Polanco S. Achri, lahir dan tinggal di Yogyakarta. Seorang lulusan jurusan sastra yang kini menjadi pengajar di sebuah sekolah menengah kejuruan di Sleman. Menulis sajak, prosa-fiksi, dan drama, serta esai-esai pendek. Adapun, beberapa tulisannya tersebar di media, baik cetak maupun daring. Dapat dihubungi melalui Facebook: Polanco Surya Achri dan/atau Instagram: polanco_achri. […]

Leave a Reply to Puisi Polanco S. Achri – Lensasastra.id Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *