Rumah Abu-Abu dan PI

Sering timbul pertanyaan dalam benakku pada Ferdian, namun pertanyaan-pertanyaan itu tak mampu aku lontarkan, lalu semua seperti menjadi teka-teki yang cukup menghantui sepanjang pertemanan kami, hingga akhirnya aku ingin mengungkapnya sendiri.

Menunggu As

Tanpa ba-bi-bu Asep menyeretku keluar rumah. Ia mengajakku menaiki motornya. Tentu sebelum pergi, aku kunci pintu rumahku dulu. Kami pergi ke suatu tempat yang tidak asing bagi kami. Sebenarnya aku tidak begitu yakin dengan saran Asep. Aku sudah tidak percaya dengan tempat yang Asep anggap dapat menyelesaikan masalahku.

Puisi Faris Al Faisal

Kausiapkan cangkir-cangkir keramik, menuang laut/
mencipta samudra warna yang hangat, menceritakan
perjalanan hiu, daun teh, & melati, lalu menghadirkan
telenovela di meja – kau memberitahuku jam tayang
& waktu yang banyak, menyingkirkan telepon genggam

Mendhung ing Dina Riyaya

Dina Riyaya taun iki, aku kepeksa mulih dhewe sanajan dhuwit lan kabutuhan liyane wis dakcepakake wingi-wingi. Dakrewangi nabung wiwit setaun kapungkur, kanggo jaga-jaga mulih kampung bareng Lastri, bojoku. Nanging, kekarepan ora mesthi jumbuh karo kahanan. Kabeh gara-gara Lastri njaluk pisahan.

Puisi Yuditeha

Zaman Purba di Gua Lowo batu dan tulang menjadi petunjukbahwa perjalanan laku nalar telah dimulaidari gua-gua dan pencarian rangka purbabukti laju peradaban sedang bekerja kau sebagai penerus tidak tinggal diammenggali pengertian dan membaca zamanyang ada di setiap celah sejarah untukmenuntaskan tugas setiap martabat penemuanmu dilambangkan cermin bagicucu-cucu terbaru yang kelak akan mendapatpelajaran tentang bagaimana memperlakukanhati dan pikiran demi kelangsungan semesta […]

Kotak Hitam di Hati Pramugari

Perempuan itu membanting tubuhnya ke tempat tidur. Memeluk bantal. Meleleh air mata. Bantal basah, ia buang ke pojok ruangan. Ganti menikam guling. Air matanya tetap mengalir. Kian deras. Dan teramat deras. Seakan tak akan kering. Dalam gundah, gawainya berdering: “Embuhlah, wong sinting!”