Mengulik Jiwa Peradaban

Buron

Pawongan iku jeginggat tangi. Awake kebes kringet. Bengi kuwi ora kaya biasane. Turune ora isa angler amarga ana sing terus dipikirake. Jiwane ora tenang lan kuwatir. Dheweke tangi saka amben lan mlaku tumuju kolah. Saka kolah banjur mlaku ing ruang tengah, lungguh lemes ing kursi pojok cedhak meja.

Bapak Sahabat Murai

Lelaki paruh baya itu memonyongkan bibir, menciptakan bunyi siulan nyaring, persis seperti yang pernah dia lakukan kala menggoda Ibu sewaktu masih perawan dulu. Bedanya, kali ini bukan Ibu yang dibuat tersipu malu olehnya.

Pertarungan dan Sihir Bahasa di Era 4.0

Semenjak linguistik dikenal sebagai sebuah ilmu, bahasa berada pada dua ketegangan perdebatan dan keterbelahan. Belahan pertama memandang bahasa sebagai sebatas alat dan mereduksinya menjadi sekadar perkara gramatika. Belahan kedua, aliran yang memandang bahasa bukan semata-mata persoalan gramatikal tetapi juga refleksi kategori-kategori mental kognitif manusia dan zamannya.

Rekreasi dalam Kata

Bagaimana membayangkan dua penyair menuliskan puisi-puisi mereka dalam satu buku? Inilah yang terjadi, sebuah buku kolaborasi yang mengajak berekreasi ke pelbagai tempat, tema, dan imaji. Membaca kumpulan ini seperti sebuah tanya-jawab, yang ditelurkan menjadi kelindan diksi, menguatkan ingatan, juga sahut-menyahut yang nyata terhadap sebuah tema besar.

Hidup Itu Mampir ‘Dolanan’

ANDREW Greely (2012) pernah menggemakan kembali suara Shakespeare yang mengatakan bahwa dunia adalah tempat bermain yang diperuntukkan untuk manusia. Hal yang serupa pun diungkapkan Plato berpuluh tahun sebelumnya yang mengatakan bahwa kita boleh membayangkan, bahwa tiap-tiap manusia adalah boneka yang dibuat oleh dewa-dewa, mungkin dibuat sebagai sebuah permainan, atau mungkin permainan yang dibuat dengan sangat serius.