Anjing, Anjing, Anjing!
“Ketika melewati tumpukan sampah, Bandu tumbang. Si anjing memanggil sekawanannya dan kemudian mereka menggali lubang.”
“Ketika melewati tumpukan sampah, Bandu tumbang. Si anjing memanggil sekawanannya dan kemudian mereka menggali lubang.”
Tepat saat jasad lelaki itu dikebumikan, sebuah tabung oksigen ukuran mini tiba di rumah duka. Dia memastikan cintanya seperti oksigen bagi kehidupan. Lelaki itu memesannya secara online ketika dirawat di rumah sakit. Dia membeli tabung oksigen menjelang langka. Lalu, dialamatkannya untuk istrinya.
Perempuan itu membanting tubuhnya ke tempat tidur. Memeluk bantal. Meleleh air mata. Bantal basah, ia buang ke pojok ruangan. Ganti menikam guling. Air matanya tetap mengalir. Kian deras. Dan teramat deras. Seakan tak akan kering. Dalam gundah, gawainya berdering: “Embuhlah, wong sinting!”
Guru ilmu kanuragan saya pernah berkata begini: “Kalau kau berani membunuh orang, sekalian jangan pernah lupa meminum darahnya. Jika tidak, orang yang kau bunuh akan menjelma menjadi hantu yang mengejarmu seumur hidup.”
Tiba-Tiba saja malam itu begitu banyak mata yang menontonnya, entah bagaimana beribu pasang mata itu begitu setia menunggu, berpuluh-puluh menit bahkan berjam-jam tanpa merasa bosan sedikit pun.
ADA hutang yang tak akan pernah terbayar bila aku mendengar tentang kematian seseorang. Aku tidak sempat memberikan penghormatan yang cukup kepada almarhum Bapak, lebih tepatnya bapak mertua, ketika beliau wafat.
Mataku mendadak terbuka. Terperanjat. Tergagap. Terbangun dari mimpi ketika sebutir batu seolah menghantam belakang kepala.
Seharusnya Celia Sanchez masih hidup, meski tarian mambo dan rumba tak lagi dimainkannya. Kota Media Luna begitu kecil untuk mencatat riwayatnya, tetapi biarkanlah sejarah yang mencatatnya. Celia Sanchez tak pernah mengingkari takdir ketika dia harus hidup di lingkungan rakyat miskin, hidup itu memang sebuah pilihan. Baginya pilihan menjadi revolusioner untuk memerangi imperialisme adalah sebuah martabat tertinggi untuk negara.
Tentu saja kehadiran orang tua itu mengundang media-media besar di kota itu untuk meliputnya. Telah lama mereka tak melihat wajah yang menua. Dan ia mati dalam damai, meski tubuhnya dikerubungi lalat dan menggeluarkan belatung.
Perempuan itu semula diam. Tidak tertarik menjawab pertanyaan yang diajukan polisi itu. Namun, dia tidak kuasa bisa bertahan. Semakin dia membisu, keadaannya akan sangat buruk.